Merespons situasi ini, Fraksi PKS mendesak Pemerintah Kota Banjar untuk segera mengambil langkah konkret. Pertama, melakukan verifikasi faktual menyeluruh terhadap seluruh 1.488 peserta yang dinonaktifkan dengan melibatkan tim lapangan multisektoral. Kedua, mengaktifkan kembali peserta yang terbukti masih memenuhi kriteria penerima bantuan. Ketiga, membuka saluran pengaduan mudah diakses, seperti posko darurat atau layanan hotline.
Lebih jauh, PKS mendorong Pemkot Banjar bernegosiasi dengan Kementerian Sosial RI. “Pemerintah harus membela warganya. Kami minta penundaan penonaktifan hingga verifikasi tuntas. Kementerian Sosial perlu memastikan akurasi DTSEN sebelum menjadikannya basis kebijakan,” tegas Kusmono.
Fraksi ini juga mendesak BPJS Kesehatan menjamin layanan darurat tetap berjalan bagi korban penonaktifan selama proses verifikasi. “Jika ada warga sakit kritis atau perlu rujukan, BPJS harus memprosesnya dalam satu hari. Jangan biarkan rakyat menderita karena birokrasi,” tambahnya.
Baca Juga:Vonis 5,6 Tahun Penjara! Mantan Sekda Bandung Ema Sumarna Terbukti BersalahSolusi untuk BIJB Kertajati: Fasilitas Perawatan Pesawat dan Helikopter Siap Ditambah!
Dalam penutupnya, Budi Kusmono menegaskan bahwa kesehatan adalah hak dasar, bukan komoditas politik atau administratif. “Tidak boleh ada satu pun warga Banjar yang terpapar sakit hanya karena salah data. Negara wajib hadir melindungi kelompok rentan, bukan malah memberhentikan perlindungannya di tengah jalan,” pungkasnya. (CEP)
