1.488 Warga Banjar Kehilangan BPJS! Fraksi PKS Nilai Alasannya Prematur dan Berbahaya!

Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Banjar H Budi Kusmono. (Cecep Herdi/Jabar Ekspres)
Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Banjar H Budi Kusmono. (Cecep Herdi/Jabar Ekspres)
0 Komentar

JABAR EKSPRES – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Banjar menyuarakan keprihatinan mendalam atas kebijakan penonaktifan 1.488 peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Kementerian Sosial RI.

Kebijakan yang mulai berlaku sejak Juni 2025 ini dinilai berisiko mencabut hak konstitusional warga atas layanan kesehatan.

Ketua Fraksi PKS DPRD Banjar, H. Budi Kusmono, menegaskan bahwa langkah ini dilakukan tanpa verifikasi lapangan memadai, berpotensi mengorbankan kelompok rentan di tengah ketidakpastian ekonomi nasional.

Baca Juga:Vonis 5,6 Tahun Penjara! Mantan Sekda Bandung Ema Sumarna Terbukti BersalahSolusi untuk BIJB Kertajati: Fasilitas Perawatan Pesawat dan Helikopter Siap Ditambah!

Berdasarkan keterangan resmi Kementerian Sosial, penonaktifan ini disebabkan ketiadaan nama peserta dalam Data Terpadu Stabilisasi Ekonomi Nasional (DTSEN), sehingga dianggap mampu secara ekonomi.

Namun, Fraksi PKS menilai alasan ini prematur dan berbahaya.

“Hak mereka untuk mendapat pelayanan kesehatan menjadi hilang hanya karena alasan update data.  Padahal, perlu ada verifikasi ke lapangan untuk memastikan keakuratan informasi. Kami khawatir terjadi kesalahan targeting,” tegas Budi Kusmono, Selasa (24/6/2025).

Kekhawatiran fraksi ini bersandar pada sejumlah catatan kritis. Pertama, Pasal 28H Ayat (1) UUD 1945 menjamin hak setiap warga atas pelayanan kesehatan. Penonaktifan sepihak tanpa konfirmasi faktual dinilai melanggar prinsip keadilan sosial. Kedua, transisi dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) ke DTSEN masih menyisakan banyak ketidakakuratan.

“Proses perubahan data rentan terhadap kesalahan administratif, keterlambatan pembaruan, atau ketidaksinkronan antar basis. Mengandalkan DTSEN sebagai acuan tunggal berisiko menciptakan ketidakadilan,” papar Budi Kusmono.

Dampaknya sudah mulai terasa di lapangan. Fraksi PKS menerima banyak laporan warga yang status BPJS-nya nonaktif mendadak, padahal kondisi ekonomi mereka belum stabil. “Dari total yang dinonaktifkan, tidak semua sudah benar-benar mampu. Saya sering menemui kasus warga panik karena kartunya tidak bisa dipakai saat darurat,” ujarnya.

Minimnya sosialisasi kebijakan memperparah situasi. Banyak warga, terutama di pelosok, tidak paham prosedur pengaduan atau mekanisme reaktivasi, sehingga akses kesehatan mereka terputus tanpa solusi.

Di tengah tekanan inflasi dan kenaikan harga kebutuhan pokok, penonaktifan ini disebut berpotensi memicu krisis berlapis. “Ketika masyarakat rentan kehilangan jaminan kesehatan, yang terjadi adalah penurunan produktivitas, memburuknya angka penyakit, hingga peningkatan kemiskinan struktural. Ini ancaman serius bagi kualitas hidup warga Banjar,” tandas Budi Kusmono.

0 Komentar