3 Kali Negara Memotong Nilai Uang Rupiah hingga Angka Nol Semakin Banyak, Sejarah yang Dilupakan

Negara Memotong Nilai Uang Rupiah hingga Angka Nol Semakin Banyak
Negara Memotong Nilai Uang Rupiah hingga Angka Nol Semakin Banyak
0 Komentar

Pada tahun 1950, Indonesia baru saja merdeka dan keluar dari masa revolusi. Namun, kondisi ekonomi negara saat itu sudah seperti bom waktu. Uang dari era pendudukan Jepang dan kolonial Belanda masih beredar, ditambah dengan uang cetakan pemerintah Indonesia sendiri, yang disebut ORI (Oeang Republik Indonesia).

Sayangnya, uang terus dicetak sementara barang-barang semakin langka. Distribusi kacau, sektor produksi rusak, dan masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap nilai uang.

Menteri Keuangan saat itu, Syarifuddin Prawiranegara, mengumumkan kebijakan ekstrem yang dikenal sebagai Gunting Syarifuddin. Semua uang kertas di atas Rp5 harus digunting secara fisik. Ya, digunting sungguhan, bukan kiasan. Potongan kiri masih bisa digunakan untuk belanja, tetapi nilainya menjadi setengah dari aslinya. Sementara potongan kanan dianggap sebagai pinjaman paksa kepada negara dalam bentuk surat utang dengan bunga hanya 3% per tahun, dan baru bisa dicairkan setelah 40 tahun.

Baca Juga:Aplikasi Rinck Terbongkar Skema Ponzi Berkedok Investasi LegalKomunitas Galbay Pinjol yang Makin Marak di Indonesia, Ramai-Ramai Tidak Mau Bayar

Contohnya, jika Anda memiliki Rp1.000 yang telah dikumpulkan selama dua tahun, setelah digunting, Anda hanya bisa menggunakan Rp500 untuk membeli beras. Potongan kanan ditukar ke kantor pos untuk mendapatkan surat utang negara yang baru cair tahun 1990. Bahkan, penggunaan potongan kanan sebagai alat transaksi dianggap ilegal.

Akibatnya, masyarakat kecil sangat dirugikan. Banyak yang tidak tahu cara menukarkan surat utang, kehilangan suratnya, atau bahkan meninggal dunia sebelum sempat mencairkannya. Tabungan untuk sekolah, pernikahan, hingga hajatan, semuanya hilang dalam semalam. Kebijakan ini menyisakan trauma mendalam dan menggoyahkan kepercayaan terhadap rupiah.

Sunering 1959

Apakah semuanya berakhir di situ? Ternyata tidak. Setelah Gunting Syarifuddin, harapan masyarakat sempat muncul. Namun, inflasi terus terjadi dan beban utang dari masa revolusi semakin berat.

Sembilan tahun kemudian, Indonesia kembali melakukan pemangkasan nilai uang secara lebih masif melalui kebijakan Sunering 1959. Kali ini, pemerintah tidak menyuruh rakyat untuk menggunting uang, tetapi langsung memangkas nilai nominal dari pusat.

Uang Rp1.000 menjadi Rp100, dan Rp500 menjadi Rp50. Pengumuman ini dilakukan secara mendadak, berlaku dalam satu malam, dan membuat banyak orang terkejut karena tiba-tiba kehilangan 90% nilai uangnya.

0 Komentar