Bayangkan, seseorang menyimpan miliaran rupiah dalam bentuk cryptocurrency, yang hanya berupa angka digital tanpa jaminan fisik. Ketika sistem tersebut runtuh, semua itu bisa hilang begitu saja, tanpa ada bentuk pertanggungjawaban yang jelas.
Setelah terjadi suatu peristiwa besar—misalnya keruntuhan sistem digital—maka seluruh aset digital termasuk kripto bisa lenyap begitu saja. Misalnya, jika sistem cryptocurrency mengalami gangguan besar atau rusak total, tidak ada otoritas yang menjamin keamanannya. Berbeda halnya dengan uang di bank. Jika terjadi kebakaran di bank, uang yang tersimpan masih bisa dijamin karena ada sistem dan otoritas yang bertanggung jawab. Namun dalam cryptocurrency, tidak ada lembaga resmi yang memberikan jaminan serupa. Inilah persoalan utamanya, dan masalah ini perlu diselesaikan terlebih dahulu.
Saya kembali mengingatkan pada nubuat Nabi bahwa manusia akan merindukan stabilitas. Nabi Muhammad ﷺ pun telah memberikan solusi dengan merujuk pada emas. Al-Qur’an juga beberapa kali menyinggung soal emas dan perak, seperti dalam ayat “min az-zahabi wal-fiddhah”—yang menunjukkan bahwa emas dan perak memiliki nilai yang stabil dan bisa dijadikan acuan.
Baca Juga:Mining Bitcoin Gak Bisa Pakai Laptop Biasa! Ini Penjelasan Lengkapnya4 Trik Ampuh Memunculkan Fitur Dana PayLater yang Sering Terlewatkan
Sebenarnya, konsep cryptocurrency itu sederhana. Lalu mengapa Majelis Ulama Indonesia (MUI) masih memfatwakan haram? Karena memang ada tiga poin utama yang menjadi alasan, dan semuanya tidak terlepas dari persoalan yang telah saya jelaskan sebelumnya, yaitu belum adanya kepastian. Penting untuk dipahami bahwa fatwa tersebut bukanlah bentuk penolakan terhadap kemajuan teknologi. Justru kemajuan yang bersifat positif sangat diapresiasi dan patut diterima.
Namun, prinsip utama dalam syariat adalah bahwa setiap kemajuan harus membawa maslahat (kebaikan) bagi semua pihak. Jangan sampai ada orang yang sudah berinvestasi, lalu ketika membutuhkan dan ingin menarik kembali dananya, ternyata tidak bisa. Atau ketika sistem gagal, tidak ada aset yang bisa dikembalikan, dan kepemilikan menjadi tidak jelas karena tidak ada bentuk wujud yang pasti.
Jika permasalahan ini bisa diselesaikan—misalnya bentuk digital tersebut bisa diwujudkan dalam bentuk fisik atau materi yang nyata, serta ada otoritas resmi yang menjaminnya—maka itu akan memberikan rasa aman dan kepastian hukum. Dengan begitu, investasi yang ditanamkan pada platform-platform tersebut bisa disertai dengan jaminan yang nyata dan dapat dipegang oleh para pemilik modal.
