Pemerintah Didesak Tindak Pelaku Pelarangan Ibadah Jemaat UNAI

Jabar Ekspres – Puluhan jemaat di Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat (KBB), menyesalkan adanya larangan peribadatan yang dikeluarkan oleh Universitas Advent Indonesia (UNAI).

Padahal, mereka hanya ingin beribadat dengan tenang dan damai seperti yang biasa dilaksanakan seperti biasanya.

Ketua Jemaat UNAI, Pdt Joni Johamou, mengatakan, untuk bisa melaksanakan peribadatan pada Sabtu 15 Maret 2025, para jemaat sempat bersitegang dengan pihak keamanan.

“Kami menyayangkan tindakan penjegalan yang dilakukan pihak yayasan terhadap Jemaat UNAI yang akan beribadat hari ini. Bahkan, mereka tahu saya yang dakwah hari ini langsung ada pencegatan bagi seluruh anggota gereja, coba bayangkan,” kata Joni Johamou saat ditemui, Sabtu 5 Maret 2025.

Joni menjelaskan, jemaat UNAI merupakan bagian daripada organisasi Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK) yang tak lain pemilik universitas. Pasalnya, Jemaat UNAI merupakan jemaat lokal yang ada saat sejak universitas Advent Indonesia berdiri.

“Perbaktiaannya waktu pertama tahun 1970-1980 sampai 1993-1994 itu di Gedung New Dorm’s Girl (NDG). Lalu gedung baru itu dibuka, gedung alumni UNAI Chapel itu dan berbaktilah bersama-sama. Tapi karena terlalu banyak juga, maka sering jemaat itu berpisah gereja dan di NDG,” jelasnya.

Kemudian, ungkap Joni, pada Oktober 2024 ada instruksi dari pimpinan yang membidangi pendidikan di UNAI datang dari luar negeri membawa ‘A Spiritual Master Plan’ yang memaksa jemaat untuk bergabung.

“Jadi jemaat yang sudah diorganisir termasuk mahasiswi dipaksakan bergabung kan itu tidak boleh,” ucapnya.

Ia menambahkan, berdasarkan tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, pembatasan hak beribadah, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, yang dialami oleh jemaat tidak dapat dibenarkan dan jelas-jelas melanggar hak.

Atas dasar tersebut, Joni mendesak Pemerintah Pusat untuk tidak membiarkan peristiwa serupa terus berulang di negeri Pancasila yang ber-Bhinneka Tunggal Ika ini.

Joni menyebut, para jemaat hanya meminta Gedung NDG itu bisa tetap dipakai. Sebab, pintu masuk gedung sudah 1 bulan lebih dikunci sehingga para jemaat terpaksa harus berpindah-pindah tempat.

“Sampai gereja di rumah dosen pun dilarang. Kami sempat berada argumen dengan pihak keamanan yang diperintahkan ketua yayasan kepada rektor. Akhirnya kami berdialog sehingga kami beribadah di rumah dosen,” sebutnya.

Writer: Suwitno

Tinggalkan Balasan