JABAR EKSPRES – Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-22 Kota Banjar yang jatuh pada 21 Februari 2025 dinilai kehilangan roh kebersamaan. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, rangkaian acara kali ini dianggap kurang melibatkan partisipasi masyarakat umum, menuai kritik dari sejumlah aktivis dan organisasi sipil.
Ketua DPC Poros Sahabat Nusantara (POSNU) Kota Banjar, Mujianto, menyoroti minimnya kegiatan yang menyentuh lapisan masyarakat. “Perayaan HUT seharusnya menjadi momentum kebahagiaan bersama. Namun, tahun ini, banyak agenda hanya terpusat di lingkungan pemerintah,” ujarnya, Jumat (28/2/2025).
Ia mencontohkan ketiadaan gebyar perayaan di ruang publik seperti Alun-Alun Banjar atau Langensari, yang selama ini menjadi pusat ekonomi bagi pelaku UMKM.
BACA JUGA: Retreat Kepala Daerah di Magelang, Momentum Strategis Percepat Pembangunan Kota Banjar
“Lokasi strategis itu justru sepi. Padahal, jika dimanfaatkan, bisa mendongkrak penghasilan pedagang kecil,” tambah Mujianto.
Ia berharap Pemerintah Kota Banjar menjadikan kritik ini sebagai bahan evaluasi.
“Kami sadar ini masa transisi kepemimpinan, tetapi partisipasi masyarakat dan keadilan ekonomi harus jadi prioritas ke depan,” pungkas Mujianto.
Kritik serupa dilontarkan Irwan Herwanto, aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Banjar.
Menurutnya, HUT Kota Banjar semestinya menjadi refleksi atas capaian dan tantangan pembangunan, bukan sekadar seremonial.
“Ada masalah mendasar seperti kemiskinan, pengangguran, dan upah rendah yang belum tuntas. Momentum ini harusnya jadi ajang evaluasi, bukan euforia kosong,” tegas Irwan.
BACA JUGA: Kejaksaan Banjar Terima Aspirasi LSM Terkait Penuntasan Kasus Dugaan Korupsi Tunjangan DPRD
Kedua aktivis juga menyayangkan sejumlah kegiatan dinas pemerintah (OPD) yang dinilai tidak relevan, seperti lomba karaoke antarinstansi.
“Masyarakat butuh pelayanan prima dan solusi ekonomi, bukan hiburan internal yang tidak berdampak langsung,” kritik Mujianto.
Peringatan HUT ke-22 Kota Banjar mengusung tema “Banjar Berdaya, Bangun Masagi”. Namun, Irwan menilai tema tersebut belum terimplementasi. “Jika jeritan rakyat hanya ditanggapi dengan lagu karaoke, ke mana arah kota ini?” tanyanya.
Sejarah panjang Kota Banjar, yang resmi berdiri sebagai daerah otonom pada 21 Februari 2003, disebut Irwan harus menjadi pijakan untuk membenahi tata kelola pemerintahan.