Di sudut Gang Ibu Aisah, Jalan Cibadak, Kota Bandung, aroma khas lilin meleleh menyeruak dari Vihara Dharma Ramsi. Deretan pekerja terlihat sibuk menyelesaikan pembuatan lilin merah raksasa—ikon penting perayaan Tahun Baru Imlek.
Muhamad Nizar, Jabar Ekspres.
Dengan gerakan cekatan, seorang pekerja menuangkan lilin cair panas ke dalam cetakan logam yang tinggi. Keringat bercucuran di wajahnya yang serius, berpadu dengan kehangatan dari tungku besar yang tak henti-hentinya beroperasi.
Di area lain, seorang pekerja mengangkat lilin raksasa dengan hati-hati. Lilin itu berbobot hingga 200 kati atau sekitar 120 kilogram, hasil kerja keras berbulan-bulan. Ukuran lilin bervariasi, mulai dari 25 kati hingga 200 kati.
Semuanya berwarna merah menyala, melambangkan keberuntungan dan harapan di tahun mendatang. Lilin-lilin ini dihiasi doa-doa dan tulisan berwarna emas, sebagai simbol permohonan berkah bagi mereka yang memasangnya.
Imlek 2025 yang jatuh pada 29 Januari akan menjadi momen istimewa. Tahun ini adalah Tahun Kelinci Elemen Kayu, yang diyakini membawa harmoni, kehangatan, dan optimisme bagi semua. Perayaan ini diharapkan menjadi titik balik setelah berbagai tantangan pandemi dan ekonomi global beberapa tahun terakhir.
Candra, salah seorang relawan di vihara, menjelaskan bahwa lilin yang dipasang melambangkan harapan agar kehidupan menjadi lebih terang sepanjang tahun. “Biasanya kalau ada masalah, kepala mumet. Salah ketemu orang, salah langkah,” ujarnya kepada Jabar Ekspres, Rabu (22/1).
“Dengan memasang lilin, kita berharap ada titik terang untuk menyelesaikan masalah dan kehidupan berjalan lebih lancar. Lilin juga menjadi simbol afirmasi agar usaha, kesehatan, dan hubungan kita terus diberkati,” imbuhnya.
Tahun ini, vihara memproduksi sekitar 120 pasang lilin, meningkat 20 persen dari tahun sebelumnya. “Ini menunjukkan kebangkitan setelah pandemi. Orang-orang ingin memberikan doa terbaik mereka. Bahkan dalam situasi sulit, lilin menjadi simbol syukur dan harapan untuk kehidupan yang lebih baik,” sambung Candra.