MinyaKita untuk Rakyat, tapi Mahal? Ternyata Ini Biang Keroknya!

JABAR EKSPRES – Harga minyak goreng kemasan rakyat atau MinyaKita di berbagai daerah semakin tinggi, meskipun Kementerian Perdagaan (Kemendag) menegaskan bahwa harge eceran tertinggi (HET) Rp15.700 per liter. Namun kenyataan di lapangan, MinyaKita berada jauh dari HET yang ditetapkan.

Mengutip data panel harga Badan Pangan Nasional per hari ini, Kamis (16/1/2025), MinyaKita secara nasional dijual dengan kisaran harga Rp17.554 per liter. Bahkan, di beberapa wilayah seperti Banten, Kalimantan, hingga Papua menyentuh Rp18-20 ribu per liter.

Menanggapi hal itu, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menegaskan tidak ada pemangkasan distribusi penyaluran MinyaKita, namun akan ada evaluasi terkait dengan Wajib Pungut (Wapu) untuk BUMN Pangan.

“Sama enggak ada yang berubah, cuma itu tadi salah satu yang dievaluasi adalah yang Wapu itu,” ujar Budi usai menghadiri Penganugerahan Good Design Indonesia 2024 di Jakarta, dikutip Kamis.

BACA JUGA:Jual MinyaKita di Atas HET, Kemendag Sanksi 41 Distributor!

Budi mengatakan bahwa BUMN Pangan diamanatkan untuk menyalurkan MinyaKita yang diatur dalam Peraturan Mendag (Permendag) Nomor 18 Tahun 2024.

Adapun dalam prosesnya, ada yang namanya Wajib Pungut antara BUMN dan produsen. Wapu ditunjuk oleh pemerintah untuk memungut, menyetorkan dan melaporkan pajak pertambahan nilai (PPN) atas transaksi yang terjadi.

Menurutnya, Wapu inilah yang dinilai menjadi kendala dalam proses penyaluran MinyaKita, sehingga membuat distribusinya terlihat sangat panjang. Hal itu lah yang menjadi alasan harga minyak goreng kemasan rakyat ini menjadi mahal.

Kemendag pun berupaya melakukan evaluasi dan telah mengusulkan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani, agar memberikan relaksasi Wajib Pungut kepada BUMN Pangan.

BACA JUGA:Alur Distribusi Semrawut Picu Kelangkaan dan Kenaikan Harga Minyakita, Ini Langkah Disdagin Bandung

“Wapu itu maksudnya kalau jadi, nanti yang produsen langsung ke BUMN, ya udah BUMN bisa langsung ke pengecer jadi fungsinya itu D1 (distributor 1). Kalau BUMN itu kan nanti D1, sehingga si produsen langsung dapat hak ekspor kan, tapi kalau swasta kan harus D2, baru dapat hak ekspor, nah ini untuk memperpendek ya,” kata Budi.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan