Seorang Guru SD Tuntut Yayasan Advent Bandung hingga Ratusan Juta Rupiah

BANDUNG – Sikap tidak acuh terhadap nasib seorang guru kembali terjadi di Kota Bandung. Imeilda Friska Simbolon  SPd MSi, yang merupakan salah seorang guru Sekolah Dasar (SD) Tetap Yayasan Advent Bandung, tidak mendapatkan haknya sebagai mana mestinya.

Sebagai seorang guru yang mestinya mendapatkan upah secara normal, nyatanya Imeilda tidak mendapatkannya. Padahal, upah yang tidak terlalu besar itu menjadi kebutuhan untuk keberlangsungan hidupnya, malah diabaikan pihak yayasan.

Diangkat sebagai guru tetap berdasarkan Surat Keputusan Nomor: 128/YPAB/SK/2018 tanggal 10 Agustus 2018, Imeilda Friska Simbolon hanya menerima upah sebagian sejak September 2019 hingga Juni 2023, bahkan tidak menerima upah sama sekali periode September 2019 hingga Juni 2023.

Sementara, Imeilda masih aktif sebagai guru SD dengan status honorer tetap di yayasan tersebut hingga 30 Juni 2024. Akibatnya, Imeilda membawa kasus ini ke ranah hukum melalui Pengadilan Hubungan Industrial Kota Bandung. Ia menuntut pihak Yayasan Advent Bandung untuk membayarkan upah yang hanya dibayar sebagian maupun yang belum dibayarkan sama sekali.

“Mereka harus bertanggung jawab dengan apa yang mereka lakukan. Karena guru itu merupakan profesi yang harus dihargai juga. Jadi, jangan asal sesuka hati untuk memperlakukan guru,” ujar Imeilda saat ditemui Jabar Ekspres di Kantor Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung, Jalan Surapati, Kota Bandung, Rabu, 8 Januari 2024.

Imeilda menggugat pihak Yayasan Advent Bandung, untuk menuntut pembayaran upah sesuai dengan Upah Minimum Kota (UMK) Bandung. Jumlahnya ditaksir mencapai sekira Rp232 juta yang belum dibayarkan.

“Jadi, saya bekerja sejak 2018 di sekolah Yayasan Advent Bandung di Jalan Naripan sebagai guru SD. Kemudian pihak sekolah memberikan surat pengangkatan kepada saya. Tapi untuk berbicara pun saya tidak pernah diberikan kesempatah, seolah-olah menutup diri, tidak mengindahkan apa yang menjadi kegelisahan saya,” kata Imeilda.

“Pada September 2019 tahun ajaran kedua, tiba-tiba pihak yayasan tidak ngasih jadwal mengajar bagi saya, terus saya kerja di mana? Ya jangan digantung begitu dong,” keluhnya.

Imeilda pun mengeluhkan sikap tak acuh pihak yayasan tersebut. Padahal dia mengaku, selalu menjunjung tinggi sikap profesional dirinya selama mengajar di sekolah tersebut.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan