JABAR EKSPRES – Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Jawa Barat menilai, kawasan Bandung Selatan berpotensi rusak dan terancam timbul bencana ekologi akibat alih fungsi lahan yang berlebihan.
Koordinator FK3I Jabar, Dedi Kurniawan mengatakan, alih fungsi lahan di Bandung Selatan akibat pembangunan wisata besar-besaran, dikhawatirkan dapat merusak alam seperti di Bandung Utara.
“Bedanya di kawasan hutan seperti sekitar kawasan wisata Ciwidey, pengelolaan lahan masih dimiliki pemerintah dan BUMN, yaitu Kementrian Kehutanan, Perhutani dan PTPN,” katanya kepada Jabar Ekspres, Senin (6/1).
Dedi menerangkan, bukannya aman dan terjaga ketika kawasan dipegang oleh pemerintah, namun menurutnya justru kerusakan alam kian mengancam.
BACA JUGA: Sampah Menumpuk di Cimahi, Pemkot Batasi Pengiriman ke Sarimukti dan Gencar Lakukan Ini
“Pemerintah gagal menjalankam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, terkait pengelolaan tanah, air dan kekayaan alam yang dimaksudkan untuk kesejahteraan masyarakat,” terangnya.
Dedi menilai, regulasi aturan yang ada harusnya menjadi pegangan pemerintah, untuk mengelola serta menjaga lingkungan terutama kawasan kehutanan.
“Regulasi konyol dibuat untuk memuluskan pengusaha menguasai lahan, salah satunya adalah pengelolaan kawasan wisata selama 35 tahun dan dapat diperpanjang sampai 50 tahun, dengan dalil nama izin usaha pemanfaatan wisata alam yang hanya dapat diusulkan oleh perusahaan, perorangan dan koperasi,” bebernya.
Dedi memaparkan, regulasi yang keluar pada 2010, saat ini telah menjadi bom waktu, yang mana pemegang izin rata-rata pengusaha memperlakukan kawasan seperti lahan pekarangan rumah sendiri.
Menurutnya, para pengelola tidak memperhatikan dimana kawasan tersebut terdapat flora dan fauna, juga kehidupan satwa serta tumbuhan yang banyak mempunyai nilai ekologi tinggi.
“Tanah di beton, plasma nuflah dan tumbuhan perdu hilang. Dibangun bangunan tepat di tempat yang membuat nyaman manusia, namun merubah bentang alam,” paparnya.
Pengelolaan kawasan ujar Dedi, banyak direkayasa keindahan dan kekayaan alam seperti mata air, embung alami, sumber air panas serta kekayaan lain melalui rekayasa sipil yg nyaris tidak berkaidah konservasi dan lingkungan.
“Kita ambil contoh, Taman Wisata Alam Cimanggu yang dikelola salah satu Perusahaan Seperti PT BWL, dengan nama tempat Wisata Green Forest serta CV Amanah yang dinamai GreenHill,” ujarnya.