Jabar Masih Setengah Hati Majukan Angkutan Umum dan Ketergantungan APBN, Bus MJT Diharap Tak Sepi Peminat

Bus Metro Jabar Trans (MJT) melintas di Jalan Dago dan Jalan Merdeka, Kota Bandung, Minggu (5/1). Foto: Dimas Rachmatsyah / Jabar Ekspres
Bus Metro Jabar Trans (MJT) melintas di Jalan Dago dan Jalan Merdeka, Kota Bandung, Minggu (5/1). Foto: Dimas Rachmatsyah / Jabar Ekspres
0 Komentar

Hal tersebut disayangkan, sebab khawatirnya armada yang telah diberikan melalui APBN tak berjalan maksimal, karena kurangnya prioritas dari pemerintah agar masyarakatnya mau menggunakan kendaraan umum.

“Sesungguhnya, menyelenggarakan angkutan umum di daerah lebih tergantung dari kemauan politik (political will) kepala daerah,” ucapnya.

Djoko menilai, memang fiskal di daerah rendah kecuali Kota Jakarta, namun apabila ada kemauan politik, pasti ditemukan jalan keluarnya.

Baca Juga:MK Terima Permohonan Sengketa Hasil Pilkada Bandung Barat, Ini Isinya!BPBD Bandung Barat Sebut Tidak Ada Bencana Selama Libur Nataru

Pemerintah Pusat juga harus memberikan stimulan awal, atau bantuan Dana Alokasi Khusus (DAK) Angkutan Umum, bagi daerah yang sudah secara mandiri menyelenggarakan angkutan umum.

“DAK diberikan agar pemenuhan kebutuhan angkutan umum di daerah tercukupi,” ujar Djoko.

Menurutnya, Pemerintah Pusat dapat mengalihkan sebagian anggaran subsidi BBM untuk penyelenggaaan angkutan umum di daerah.

Pasalnya, data Kementerian ESDM pada 2012 lalu, menunjukkan bahwa 93 persen subsidi BBM dinikmati warga mampu alias memiliki kendaraan pribadi.

Sedangkan bagi angkutan barang, mereka hanya menikmati 4 persen dan angkutan umum cuma 3 persen dari subsidi BBM.

“Pemerintah perlu juga mengatur CSR (Corporate Social Responsibility) Perusahaan swasta serta tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) BUMN dialihkan untuk pembelian armada bus dibagikan ke daerah,” papar Djoko.

Ketimbang selama ini penggunaan CSR dan TJSL di daerah banyak yang kurang produktif. Pemerintah Indonesia bisa belajar dengan Pemerintah Perancis, dalam memanfaatkan CSR untuk kepentingan angkutan umum.

Baca Juga:Soal Sampah Pasar Gedebage, Ini Respon DLH dan Kritik dari WALHISaling Menuding Masalah Sampah Pasar Induk Gedebage

Djoko mengungkapkan, pada pasal 25 Peraturan Pemerintah nomor 35 tahun 2023, tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Restribusi Daerah, menyebutkan bahwa hasil penerimaan pajak kendaraan bermotor (PKB) dan opsen PKB, dialokasikan paling sedikit 10 persen untuk pembangunn moda dan sarana transportasi umum.

Selanjutnya, Pemda setempat memerlukan Peraturan Menteri Dalam Negeri untuk menerapkannya di daerah. Selain pemasukan dari tarif penumpang juga dapat memanfaatkan terminal, halte dan badan bus untuk dipasang iklan.

“Kepala daerah dapat meminta bantuan armada bus ke pihak swasta dan BUMN. Dengan bantuan bus dapat meringankan beban subsidi dari APBD. Memang diperlukan kreativitas dan inovasi dari kepala daerah,” paparnya.

Djoko mengakui, perlunya kolaborasi dalam mengupayakan pembangunan transportasi publik, termasuk untuk di tingkat daerah.

0 Komentar