Ketua Lembaga Kaukus Muda Nusantara Kritisi Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

JABAR EKSPRES – Dalam konferensi pers yang diadakan pada Senin, 16 Desember 2024, Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengumumkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Kebijakan ini telah menimbulkan polemik di kalangan masyarakat, terutama di kalangan kelompok menengah ke bawah.

Fakhrizal Lukman, Ketua Lembaga Kaukus Muda Nusantara (LKMN) sekaligus anggota IKAHIMA PERSIS Tasikmalaya Raya, menyatakan bahwa meskipun pemerintah mengklaim kebijakan ini sebagai langkah strategis untuk meningkatkan penerimaan negara dan menambal defisit anggaran, dampak negatifnya sangat dirasakan oleh masyarakat. “Kenaikan PPN ini akan menjadi beban tambahan yang tidak adil bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang berada di lapisan ekonomi menengah ke bawah,” ujarnya, Senin 23 Desember 2024.

PPN merupakan salah satu sumber utama penerimaan negara, menyumbang sekitar 40% dari total penerimaan pajak nasional. Namun, menurut laporan dari Center of Economics and Law Studies (Celios), kenaikan PPN ini diprediksi dapat meningkatkan inflasi hingga 4,11% pada tahun 2025. Fakhrizal menekankan bahwa inflasi yang lebih tinggi akan berdampak langsung pada daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan mempengaruhi konsumsi rumah tangga, kontributor utama pertumbuhan ekonomi.

Lebih lanjut, Fakhrizal menjelaskan bahwa kenaikan PPN ini juga akan berdampak pada pelaku usaha, terutama di sektor manufaktur. “Kenaikan tarif PPN akan meningkatkan biaya produksi, yang dapat mengganggu pemulihan ekonomi pasca-pandemi, terutama bagi usaha kecil dan menengah (UKM) yang masih berjuang untuk bangkit,” ujarnya.

BACA JUGA: Kapolres Banjar Tinjau Kesiapsiagaan Personel di Pos Pam Operasi Lilin Lodaya 2024

UKM berkontribusi lebih dari 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, dan jika beban pajak semakin berat, banyak UKM yang terancam gulung tikar. Fakhrizal juga mengkritisi ketidakjelasan prioritas pemerintah dalam menangani masalah korupsi. Ia mengungkapkan bahwa RUU Perampasan Aset, yang bertujuan untuk merampas aset hasil tindak pidana korupsi, tidak dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2024-2029.

“Sementara itu, kenaikan PPN 12% justru menjadi fokus utama. Padahal, RUU ini sangat penting untuk mengembalikan kerugian negara akibat korupsi yang mencapai Rp50 triliun per tahun,” jelasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan