JABAR EKPRES – Pasar Induk Caringin, aroma busuk telah menjadi teman sejati bagi siapa saja yang melangkah kaki di sana. Setiap sudutnya dipenuhi sampah yang menumpuk, mengurai kesan kumuh dan kacau yang seakan tak kunjung berakhir.
Bagi mereka yang hidup di sekitar pasar ini, seperti Asep Setiawan (43), seorang pedagang kopi dan gorengan, kondisi ini telah menjadi kenyataan pahit yang tak dapat dielakkan. Sudah lima bulan lebih, bau busuk sampah menguar di udara, meresap ke dalam baju, bahkan ke dalam kehidupan mereka.
“Kalau hujan, banjir juga. Sudah hampir setengah tahun, pemerintah pernah datang, tapi tetap saja sama. Bau ini, setiap hari, selalu ada. Sampah terus tumpah-tumpah, berceceran,” kata Asep kepada Jabar Ekspres, Selasa (17/12), sambil mengaduk kopi di gerobaknya. “Dulu, banyak yang nongkrong di sini, supir truk yang mengangkut buah-buahan. Tapi sekarang? Yang ada hanya bau, dan sampah yang makin menggunung.”
BACA JUGA: Dewan Dorong 3 Pengelola Pasar Gedebage Duduk Bersama Benahi Tata Kelola
Dahulu, lokasi ini bukanlah tempat sampah. Orang-orang datang ke pasar bukan hanya untuk membeli, tapi juga untuk bercengkerama. Namun, kini, setelah pembentukan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang baru, pasar ini berubah menjadi medan pertempuran antara pedagang dan sampah. Seolah tak ada lagi ruang untuk bernapas, bahkan untuk sekadar bertahan hidup.
TPS baru di Pasar Induk Caringin mulai beroperasi sekitar pertengahan tahun 2023. Sebuah janji, yang seperti kebanyakan janji lainnya, tak kunjung dipenuhi. Dibangun dengan harapan membersihkan, justru menjadi beban baru. Sampah menumpuk, tak pernah ada akhir. Pengangkutan yang lambat, koordinasi yang rapuh, semuanya terhampar di jalan yang sama—jalan penuh harapan yang tak sampai.
Bau itu tetap ada. Bau yang menempel pada baju pedagang dan pengunjung, pada tanah yang kering dan debu yang berterbangan. Mereka menghirupnya, tak bisa menghindar. Seperti tak ada yang peduli, padahal mereka ada di sini, bertahan dengan harapan yang semakin pudar. Seperti pasar yang dulu ramai, sekarang sunyi.