JABAR EKSPRES – Taman Nasional Tesso Nilo yang terletak di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau adalah salah satu perwakilan ekosistem yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi.
Keragaman itu dibuktikan dengan banyaknya jenis hayati dan ekosistem yang berada kawasan tersebut.
Terdapat 360 jenis flora yang tergolong dalam 165 marga dan 57 suku dalam setiap hektarnya.
Hutan alam adalah jantung kehidupan, sebuah ekosistem yang kaya akan keanekaragaman hayati dan penyumbang utama oksigen bagi bumi.
Namun, di tengah keindahan dan manfaatnya, hutan-hutan kita menghadapi ancaman yang sangat serius.
Salah satu contohnya adalah hutan di Tesso Nilo, yang telah mengalami kerusakan yang mengkhawatirkan akibat dampak efek tepi yang disebabkan oleh ekspansi perkebunan kelapa sawit dan peluasan jalan.
Efek tepi sendiri merupakan perbedaan dalam faktor biotik atau abiotik yang terjadi di perbatasan dari suatu fragmen habitat relatif terhadap daerah interior habitat tersebut.
Peluasan jalan ilegal yang dikenal sebagai “jalan hantu” telah merambah ke berbagai penjuru Indonesia, menciptakan jejak deforestasi yang mengkhawatirkan, khususnya di hutan hujan dataran rendah di Kalimantan dan Sumatera, juga salah satunya dialami di Desa Tesso Nilo.
Data menunjukkan bahwa di desa Tesso Nilo, luas hutan alam menurun drastis hingga 76% dalam kurun waktu 14 tahun.
Penyebab utama dari kehancuran ini adalah pembukaan jalan akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit yang berkembang pesat, dari 954 km pada 2002 menjadi 2.484 km pada 2016.
Medio 2022 sendiri, 954 km jalan yang sebelumnya tidak tercatat melalui digitalisasi di Tesso Nilo, 321,32 km di antaranya berada di dalam kawasan hutan.
Kemudian seiring berjalan waktu, tepatnya pada 2016, 2.484 km jalan di dalam Tesso Nilo.
Catatan di 2002, kepadatan jalan rata-rata di seluruh taman adalah 1,06 km jalan/km2, sedangkan kepadatan meningkat menjadi 2,63 km jalan/km2 pada tahun 2016.
Hanya di dalam hutan alami Tesso Nilo, kepadatan jalan rata-rata meningkat lebih dari dua kali lipat dari 0,41 km jalan/km2 menjadi 0,88 km jalan/km2 selama periode 14 tahun.
Efek tepi yang dihasilkan dari perkembangan ini sangat merugikan. Ketika jalan hantu muncul, dampak negatifnya langsung terasa di tingkat lokal.