JABAR EKSPRES – Kepala Kementrian Agama (Kemenag) Kabupaten Bandung Barat (KBB), Tedi Ahmad mengaku bakal menyerahkan kasus dugaan penganiayaan terhadap salah seorang santri di wilayah Kecamatan Cililin, kepada pihak kepolisian.
Ia menegaskan, pihaknya memberikan dukungan kepada aparat sejak awal kasus tersebut mencuat ke publik. Hal itu agar persoalan tersebut segera selesai.
“Untuk proses saat ini kan masih ditangani oleh Polsek Cililin. Jadi kita hargai terlebih dahulu prosesnya. Nanti endingnya seperti kita lihat tapi saya berharap ini segera selesai,” kata Tedi saat dihubungi, Rabu, 4 Desember 2024.
Dengan adanya kasus tersebut, Tedi mengimbau kepada seluruh pesantren untuk memperhatikan cara mendidik santri yang menyesuaikan dengan pola pendidikan saat ini. Adapun hukuman dilakukan dengan cara yang lebih ramah.
BACA JUGA: Tekan Peredaran Rokok Ilegal, Begini Kata Pengamat Ekonomi kepada Pemerintah
Ia juga menekankan kepada Ponpes di Bandung Barat, terutama pengawasan terhadap santri harus senantiasa ditingkatkan, sehingga pengurus ponpes tahu betul tingkah laku santrinya.
“Kami imbau kepada seluruh pesantren diupayakan pesantren itu harus ramah lingkungan. Kemudian ramah anak. Sebetulnya itu kan bukan kesalahan secara institusional, bukan juga kesalahan kiyai. Tapi pengawasan terhadap santrinya harus ditingkatkan lagi. Mudah-mudahan tidak terjadi lagi kejadian-kejadian seperti itu di masa yang akan datang,” imbuh Tedi.
Sementara itu, Perwakilan Ponpes Salafiyah Al-Amanah, Muhamad Abdul Qudus angkat suara mengenai dugaan penganiayaan di lingkungan sekolahnya.
Ia mengatakan, narasi dugaan penganiayaan yang terjadi di Ponpes Al-Amanah tidak sepenuhnya benar. Menurutnya tidak ada keterlibatan pimpinan Ponpes dalam peristiwa tersebut.
“Kejadiannya bukan seperti di Medsos bahwa ada penganiaya digebukin 17 orang, ada penyekapan dua hari dua malam dan lain-lain,” kata Abdul saat dikonfirmasi wartawan.
Dijelaskan, peristiwa di Ponpes tersebut berawal saat sejumlah santri mengaku kehilangan uang tunai. Setelah dilakukan penelusuran, pelaku pencurian mengarah kepada santri insial YRH (14). Setelah itu duga
“Anaknya sebenarnya sudah mengaku, tapi kalau bukti itu kan harusnya uang, tapi tidak ada, mungkin sudah habis atau gimana,” ujar Abdul Qudus.