Tahap pertama, sitaan uang tunai dan uang hasil lelang kendaraan secepatnya dibagikan kepada para korban melalui Paguyuban Korban Investasi Berjuang Bersama. Kemudian tahap kedua dilakukan saat aset sitaan tanah dan bangunan yang laku terjual.
“Apabila pembagian dilakukan dalam satu tahapan, entah sampai kapan korban mendapat pemulihan hak-haknya. Jangan sampai sudah menjadi korban tindak pidana, ditambah pula menjadi korban dari lambatnya eksekusi hasil putusan pengadilan,” pungkasnya.
Sementara itu, Kajari Kota Bandung Rachmad Vidianto, memberikan penjelasan mengenai kondisi tersebut.
Ia memastikan, proses pengembalian kerugian korban kasus DNA Pro masih terus berjalan, salah satunya dengan melakukan sinkronisasi data jumlah para korbannya.
“Korban sendiri, itu korban ada yang tercantum dalam berkas perkara yang di BAP-nya sebagai saksi, ada korban hasil BAP, audit independen dan dari LPSK. Itu yang berhak dapat restitusi, karena dari tiga klaster itulah yang punya dasar hukum,” ujar dia.
“Kami sedang melakukan sinkronisasi dari tiga klaster itu dan akan koordinasi dengan LPSK menyangkut, takutnya, untuk menghindari ada double nama korban. Nah, ini belum tercapai. Karena baru surat menyurat lah, menunggu hasil koordinasi kejaksaan dengan LPSK menyangkut jumlah korbannya,” tambahnya.
Selanjutnya, Kejari Kota Bandung juga sudah mengambil keputusan bahwa rencana pengembalian kerugian korban hanya akan dilakukan dalam tahap sekali saja.
Sehingga, Kejari masih menunggu 17 aset berupa tanah dan bangunan yang belum terjual. “Ada sekitar 49 barang rampasan yang dilelang oleh Kejaksaan Negeri Kota Bandung, sudah 32 barang yang dilelang oleh Badan Pemulihan Aset Kejaksaan Agung. Sisa barang yang belum dilelang atau yang belum laku ini adalah 17 barang berupa tanah dan bangunan,” tandasnya. (bbs)