JABAR EKSPRES – Berdasarkan pantauan real time IQair pada Selasa, 12 November 2024, Kota Bandung berada diurutan ke-5 wilayah dengan kualitas udara terburuk di Indonesia. Bahkan pada pukul 09.00-10.00 WIB, AQI Kota Bandung sempat sentuh angka 147 dan jadi kota dengan kualitas udara nomor dua terburuk se-Indonesia.
“AQI 147 US – tidak sehat bagi kelompok sensitif, masyarakat dihimbau menggunakan masker,” tulis laman IQair
Bahkan di kategori kewilayahan, kawasan Setra Duta, Kota Bandung jadi daerah yang indeks kualitas udaranya paling terburuk di Kota Kembang. Bahkan, level AQI nya masuk kategori bahaya dengan angka 162 US.
Apabila merujuk pada Indeks AQI polutan PM2.5 di angka 151-200, kualitas udara di wilayah tersebut tidak sehat bagi manusia untuk beraktivitas di luar.
BACA JUGA:Walhi Jabar Tanggapi Efektivitas Kolam Retensi Gedebage dalam Atasi Banjir
“Tidak sehat, hindari aktivitas outdoor, kenakan masker di luar, Tutup jendela anda untuk menghindari udara luar yang kotor,” himbaunya.
Apabila merujuk pada presentase kualitas udara paling buruk di Kota Bandung, TMLenergy yang berada di kawasan Gumuruh, Batununggal dan sekitarnya jadi daerah yang udaranya berpolutan tinggi.
Sejak tiga hari lalu, indikator merah kerap menyelimuti kawasan tersebut yang berarti indeks AQI nya sangat berbahaya bagi masyarakat. Bahkan hari ini, level AQI nya masuk kategori bahaya dengan angka 176 US dan sempat mengalahkan Setra Duta.
Nilai tersebut hampir sentuh angka 200 yang apabila tidak ada perhatian dari Pemerintah Kota Bandung, kualitas udara di kawasan tersebut dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar.
BACA JUGABawaslu Banjar Ajak Media Massa dan Aktivis Awasi Pilkada Serentak Tahun 2024
Pengamat Lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia, Prof. Malik membeberkan terkait kualitas udara yang semakin memburuk di wilayah Kota Bandung.
Menurutnya, transportasi dan industri tekstil jadi indikator yang paling berpengaruh pada buruknya kualitas udara di Kota Kembang.
“Jadi penyebab polusi ini berkelanjutan ya sumbernya dari transportasi itu memang ada, lalu industri tekstil. Karena boiler atau bahan bakarnya dari batu bara, emisi itu cukup ‘ngaruh,” katanya kepada Jabar Ekspres.