Acuviarta juga menyarankan untuk memperhatikan komoditas yang dijual dalam GPM. Menurutnya selain memang komoditas yang harganya sedang naik, juga perlu memperhatikan daya tahan dari komoditas tersebut. “Dari komoditas yang harganya tinggi atau bahkan melebihi HET. Lalu komoditas yang tahan lama seperti beras atau gula,” sambungnya.
Tren Pengendalian Inflasi Jawa Barat
Sementara itu Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat mencatat bahwa grafik inflasi di Jawa Barat selama 2024 secara y-on-y menunjukkan tren yang cenderung menurun. Angka inflasi pada Januari dimulai dengan 3,02 persen. Angka itu naik pada Februari di 3,09 persen, lalu 3,48 persen di Maret.
Kemudian angkanya menurun pada April di 3,07 persen, 2,78 di Mei, lalu 2,38 juni. Selanjutnya Juli di angka 2,25 persen, kemudian pada Agustus naik di angka 3,39 persen dan pada September di angka 2,09 persen. Namun pada September ini, catatan secara m-to-m mengalami deflasi di angka -0,21 persen.
Lalu untuk inflasi y-on-y September 2024 tertinggi terjadi di Kota Bekasi dengan 2,34 persen. Sementara terendah tercatat di Kota Cirebon dengan 0,83 persen.
Kemudian untuk komoditas penyumbang inflasi secara m-to-m di September 2024 ini adalah emas perhiasan dengan andil 0,02 persen, lalu SKM 0,01 persen, kopi bubuk 0,01 persen, sewa rumah 0,01 persen dan 0,01 persen.
Namun jika dilihat lebih detail, sejumlah bahan pokok justru yang memberikan andil inflasi di beberapa bulan sebelumnya. Misal di Juni secara m-to-m tercatat penymbang inflasi tertinggi adalah beras dengan 0,03 persen. Kemudian kentang di 0,02 persen, ketimun 0,02 persen, cabai rawit 0,01 persen, dan jeruk 0,01 persen.
Berikutnya di Juli, komoditas penyumbang inflasi secara m-to-m tertinggi adalah beras dengan 0,08 persen dan cabai rawit dengan 0,05 persen. Lalu di Agustus, beras dan cabai rawit masih di 5 besar pemberi andil inflasi secara m-to-m. Beras di angka 0,03 persen dan cabai rawit 0,03 persen.
Di sisi lain Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat Muslimin Anwar juga mencatat tren inflasi tahunan di Jawa Barat. Di 2019 lau, inflasi tembus di angka 3,21 persen. Kemudian di 2020 turun di angka 2,18 persen, lalu 1,69 persen.
Selanjutnya di 2022 inflasi naik tajam di 6,04 persen, di 2023 terkendali di 2,48 persen. “Prediksi 2024 ada di 2,5 persen dengan kurang lebih 1 persen. Faktornya masih didorong oleh kenaikan harga pangan,” tuturnya.