Praktisi Mengajar dan Quo Vadis Pendidikan Vokasi Profesi di Civitas Kampus

Sementara itu, secara total jumlah anak muda berusia 15 sampai dengan 24 tahun yang tergolong NEET ada 9,9 juta atau setara 22,25 persen dari 44,7 juta anak muda golongan Gen Z. Lahirnya Program Praktisi Mengajar pada Tahun Anggaran 2022 sebenarnya telah sedikit banyak memberi manfaat kepada lulusan kampus-kampus di Indonesia.

Melalui program ini, mahasiswa bisa mengenal dan menjajaki dunia kerja lebih awal. Tidak sedikit mahasiswa akhirnya bisa mendapatkan tempat magang dari program ini.

Civitas akademika mulai dari Rektor, Dekan dan Kaprodi juga turut menikmati efektifitas Program Praktisi Mengajar ini karena anak-anak didiknya bisa menggambarkan bagaimana kerasnya persaingan di dunia kerja. Hal lain yang perlu menjadi interospeksi, otokritik dan overview dari Program Praktisi Mengajar ini adalah minimnya kelas praktik dan kelas bakat yang diselenggarakan di kampus-kampus di Indonesia.

Padahal, jika setiap kampus bisa membuat bank talenta atau big data mengenai bakat serta ketrampilan mahasiswa, tidak sulit bagi korporasi di Indonesia untuk merekrut menjadi professional karir. Beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebenarnya telah memulai melakukan penjaringan talenta professional karir ini dari jenjang lulusan baru (fresh graduate) melalui beberapa program diklat ODP (Officer Development Program), MDP (Management Development Program) dan MT (Management Traine).

Melalui program ini, fresh graduate ini akan mengikuti diklat berjenjang untuk menjadi calon leader di korporasi. Adanya Program Praktisi Mengajar, sebenarnya sudah menjadi bagian dari pengenalan dasar program diklat tersebut. Profesional praktisi sudah seharusnya memberi pemahaman skill, keahlian, kompetisi dan jenjang karir di dunia korporasi bagi mahasiswa. Sehingga, mahasiswa juga terpacu untuk menambah dan mengasah ketrampilan serta bakat mereka dengan mengikuti kursus-kursus keahlian di luar mata kuliah yang diajarkan di kelas kampus.

Tantangan terbesar dunia korporasi ke depan adalah transisi dunia digital yang mengharuskan digitalisasi di semua transaksi. Baik transaksi jual beli, negosiasi hingga lelang pengadaan barang dan jasa. Kondisi ini tentunya harus dimaknai Sumber Daya Manusia (SDM) kampus sebagai tantangan berat dan besar yang harus dihadapi. Jika tak siap mengikuti arus digitalisasi, semakin sulit lulusan kampus di Indonesia menjadi generasi yang siap kerja.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan