Hal tersebut tentunya harus jadi sorotan pemangku kebijakan. “Iya tinggal penyediaan itu aja. Transportasi publik memadai. Jadi pemda harus mengejar ketertinggalan publik transportasi masuk hunian. Pekerjaan rumah berat bagi pemkot,” ujarnya.
Djoko pun menganggap bahwa pemilihan kepala daerah (Pilkada) pada November mendatang, dapat dijadikan momentum untuk memperbaiki masalah angkutan umum di Kota Bandung. Isu tersebut harus dinaikkan publik.
“Biar isu ini jadi materi pilkada. Kalau calon walikota baru tak punya program-program angkutan umum, ya, tidak perlu dipilih masyarakat,” jelas Djoko.
“Sebelumnya pemerintah kota kurang bisa membangun transportasi yang bagus. Maka harus berpikir panjang. Ini momentum pilkada. Supaya masalah ojol dan opang itu tidak terulang kembali. Itu kesalahan sosial yang harus disorot pejabat,” tukasnya.
Pemkot Sorot Zonasi Opang
Zonasi wilayah yang kerap kali diberlakukan opang menurut Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung, ialah tidak berdasarkan regulasi. Lantas pihaknya menyayangkan terkait istilah zonasi tersebut.
Hal itu diungkapkan Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dishub Kota Bandung, Asep Kuswara. Adapun regulasi dari pemerintah pusat, yakni menyoroti perihal kelayakan moda transportasi dan layak uji kendaraan itu sendiri.
“Zona merah atau zona hijau itu tidak ada, di regulasi tidak ada. Yang namanya angkutan itu harus layak uji dan harus istilahnya diujikan ini roda dua atau empat,” ungkap Asep.
Istilah zonasi itu kian disorot pasca perselisihan antara ojek pangkalan (opang) dan ojek online (ojol) yang sempat terjadi di kawasan Pasir Impun, beberapa waktu lalu. Terlebih lagi hal ini menimbulkan penolakan dari warga sekitar.
Pantauan Jabar Ekspres, sejumlah sudah spanduk terpasang. Tulisan yang tertera di dalamnya menjelaskan, kawasan Pasir Impun sudah ‘zona hijau’ atau bebas akses bagi pengemudi moda transportasi online.
Selain itu, beberapa warga yang tinggal di kawasan Pasir Impun sudah mengambil sikap. Bahwa mereka secara tertulis dengan tegas memiliki kebebasan memilih untuk menggunakan transportasi publik.
Berdasarkan temuan spanduk yang terpasang, warga pun turut mengecam tindakan main hakim sendiri dan premanisme. Dimana sikap tersebut kerap dilakukan salah satu pihak penyedia jasa moda transportasi.