Korupsi Pasar Cigasong, Kuasa Hukum Karna-Koko Desak Majelis Hakim Hadirkan Mantan Sekda Eman Suherman

MAJALENGKA – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung didesak untuk menghadirkan mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Majalengka, Eman Suherman, sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi proyek revitalisasi Pasar Cigasong, Majalengka, Jawa Barat.

Hal tersebut disampaikan Kuasa Hukum dan Advokasi Karna Sobahi-Koko Suyoko, H Indra Sudrajat.

“Jabatan Sekda Majalengka dalam pembuatan Eman Suherman sangat signifikan dalam kasus dugaan korupsi ini,” ujar Indra kepada wartawan Sabtu, 14 September 2024.

Indra menyebut, bahwa dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, nama Eman kerap disebut terlibat dalam pembuatan perbup tersebut.

“Terkait keterlibatan Sekda, itu tertuang jelas dalam dakwaan yang dibuat oleh jaksa. Jadi, saya kira apa yang ada dalam dakwaan jaksa itu harus dicari pembuktiannya. Saya kira Pak Eman harus dipanggil di pengadilan, dihadirkan sebagai saksi utama dalam proses pembentukan aturan tersebut,” kata dia.

Seperti diketahui, sidang sendiri dipimpin Hakim Panji Surono, Bhudi Kuswanto, dan Ahmad Gawi, dengan empat terdakwa, yakni Arsan Latif, mantan Penjabat Bupati Bandung Barat; Irfan Nur Alam, mantan Kepala BKPSDM Majalengka; Andi Nurmawan, pihak swasta; dan Maya, seorang PNS di Majalengka.

Masih dikatakan Indra, dalam kasus pidana pada umumnya ada tiga pihak yang dilibatkan yakni yang melakukan tindak pidana, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan.

“Artinya ini sebuah peristiwa pidana yang tidak berdiri sendiri, apalagi yang sifatnya administratif seperti sekarang ini. Bupati Majalengka tidak bisa bekerja sendiri tanpa dukungan dari birokrasi,” jelasnya.

Maka dari itu, jika ada pembiaran terhadap proses yang salah, maka hal itu sudah termasuk dalam kategori turut serta melakukan tindakan pidana.

Mantan aktivis mahasiswa juga menambahkan, dalam konteks hukum administrasi negara, seorang kepala daerah tidak bisa membuat produk hukum sendiri, tanpa bantuan birokrasi yang ada pada saat itu.

“Nah, kalau memang produk hukum itu bermasalah (Perbup), seharusnya birokrasi yang ada saat itu memberitahu bahwa ini akan menjadi masalah hukum, kalau dibiarkan salah, kan ada pemufakatan jahat” tegasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan