IBU Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur merupakan langkah strategis yang tidak sekadar memindahkan pusat pemerintahan dari Jakarta. IKN bertujuan untuk menciptakan pemerataan pembangunan, memperkuat ketahanan lingkungan, dan menata ulang dinamika sosial-politik Indonesia.
Dirancang sebagai simbol kemajuan dan keberlanjutan, IKN “a city for all” diharapkan menjadi pusat pemerintahan yang modern dan efisien, serta memperkuat kesatuan nasional dengan menonjolkan keberagaman Indonesia.
Andrinof A. Chaniago, salah satu penggagas utama ide pemindahan ibu kota, menekankan pentingnya dasar ilmiah dalam pengambilan keputusan ini.
Dalam Visi Indonesia 2033, Andrinof melihat pemindahan ibu kota sebagai upaya untuk mengurangi ketimpangan antara Jawa dan luar Jawa serta mendorong pembangunan yang lebih merata.
Buku terbaru yang ditulis oleh Andrinof bersama M. Jehansyah Siregar, dengan judul 9 Alasan dan 8 Harapan Memindahkan Ibu Kota, menjelaskan bahwa pemindahan ibu kota bukan hanya soal memindahkan gedung pemerintahan, tetapi juga membangun fondasi untuk Indonesia yang lebih kuat dan merata.
Buku ini diharapkan dapat memperkaya gambaran tentang IKN dan pengembangannya dalam konteks kebutuhan sebuah ibu kota bagi Indonesia yang maju, madani, dan modern.
Hadir dalam pembahasan dan bedah buku di Jakarta pada 14 Agustus 2024, panelis seperti Prof. Em. Ir. Tommy Firman, MSc, Ph.D (ITB), Prof. Bambang PS Brodjonegoro, MURP, Ph.D (mantan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional), Dr. Edriana Noerdin (Women Research Institute), dan Dr. H. Bima Arya Sugiarto, S.I.P (Wali Kota Bogor 2014-2024), bersama moderator Elvira Khairunnisa (CNN Indonesia), menegaskan pentingnya dukungan politik dan semangat bernegara dalam mewujudkan IKN.
Sejak 9 Desember 2008, isu pemindahan ibu kota telah dibahas dengan fokus pada “Memindahkan episentrum ke Kalimantan” untuk mengatasi masalah DKI Jakarta, seperti kemacetan, polusi, banjir, dan kriminalitas.
Usulan pemindahan ibu kota sebenarnya telah muncul sejak era Bung Karno (Palangkaraya), lalu Pak Harto (Jonggol), hingga Pak SBY, tetapi baru sekarang keputusan tersebut terwujud dengan dukungan ilmiah dan kebijakan yang kuat.
Dalam konteks pemindahan ibu kota, Jehansyah Siregar menambahkan bahwa dukungan keputusan politik, terutama dari presiden, sangat penting.