JABAR EKSPRES – Dalam dua hari terakhir, Kamis (22/8) dan Jumat (23/8), gelombang kemarahan sipil berlangsung dalam wujud demonstrasi di beberapa daerah di Indonesia, termasuk Kota Bandung. Aksi tersebut antara lain dipicu suatu muslihat Badan Legislasi DPR yang berupaya menganulir putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.
Lebih dari itu, demonstrasi masyarakat sipil di Bandung sejatinya bagian dari puncak kemuakan atas rentetan praktik penghancuran demokrasi yang terjadi sepanjang rezim Jokowi (Mulyono). Jalan Diponegoro, persisnya depan Gedung DPRD Jawa Barat, menjadi titik bara di Kota Bandung.
Diperkirakan ribuan masyarakat sipil ragam latar belakang telah ramai turun ke jalan membawa kekecewaannya masing-masing, mengutuk segala kebusukan suatu rezim yang hendak merancang suatu kuasa atas dasar keuntungan segelintir elite saja, seakan enteng mempermainkan nasib-nasib khalayak dalam ketidakpastian hukum.
BACA JUGA: 27 Tahun Berproses, Ketulusan Ibu Tintun Menyulap Hobi Jadi Bisnis Sukses hingga Mancanegara
Isu kemiskinan, perampasan ruang hidup, perusakan lahan dan lingkungan, kedzaliman pejabat dan penegak hukum korup, plus politikus rakus kekuasaan pun turut diteriakan masyarakat dalam aksi menggugat negara di jalanan.
Tapi demonstrasi seolah dibalas tabiat represif aparat kepolisian yang selama ini masih berulang, dan sama sekali tak bisa dibenarkan. Begitu kuat dugaan, kekerasan terhadap masyarakat sipil itu dilakukan tidak hanya oleh polisi berseragam, tapi juga oleh aparat tak berseragam seumpama ormas-ormas preman.
Aliansi Masyarakat Sipil Jawa Barat pun mengamati, kekerasan polisi dilakukan lewat berbagai cara, dari mulai pengamanan berlebihan, penembakan gas air mata, penganiayaan fisik seperti pemukulan memakai benda keras, pengeroyokan, pengepungan, pengejaran terhadap massa yang telah membubarkan diri.
BACA JUGA: Disperindag Jabar Targetkan Pendapatan UMKM Hingga Rp400 M Lebih di WJF 2024
“Termasuk yang kami garisbawahi adalah terkait sweeping massa aksi. Ini menambah catatan buruk, seakan-akan aksi dibatasi entitasnya,” ungkap Direktur LBH Bandung, Heri Pramono kepada wartawan, Sabtu (24/8).
Lalu intimidasi verbal, pelarangan liputan, dan perlakuan-perlakuan brutal lainnya. Dalam laporan sementara Aliansi Masyarakat Sipil Jawa Barat hingga Jumat malam, diduga korban kekerasan mencapai ratusan orang.