Tidak hanya itu, Kaka Suminta, Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), juga mengecam revisi ini dan menilai bahwa DPR telah bermain-main dengan demokrasi. Menurutnya, revisi UU Pilkada ini tidak hanya inkonstitusional, tetapi juga berpotensi merusak iklim demokrasi dan memicu ketidakpercayaan publik terhadap pemerintahan.
Titi Anggraini, pakar hukum kepemiluan, menambahkan bahwa jika revisi ini tetap disahkan, maka Pilkada 2024 akan berlangsung dalam kondisi inkonstitusional dan tidak memiliki legitimasi. Ia menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, sehingga tidak bisa diabaikan oleh DPR.
Melihat situasi yang semakin memanas, banyak pihak berharap agar DPR dan pemerintah bisa mendengarkan suara rakyat dan mempertimbangkan kembali revisi UU Pilkada ini sebelum disahkan dalam Rapat Paripurna. Mengabaikan konstitusi dan aspirasi publik hanya akan memperburuk kondisi demokrasi di Indonesia.
Akhirnya, pertanyaan besar pun muncul: apakah DPR akan tetap ngotot melanjutkan pengesahan revisi ini, atau justru akan mendengarkan penolakan rakyat? Hanya waktu yang akan menjawab, namun satu hal yang pasti, masa depan demokrasi Indonesia kini sedang dipertaruhkan.