Terlebih, setiap partai politik, termasuk Partai Golkar pasti memiliki mekanisme tersendiri dalam menetapkan seseorang menjadi calon kepala daerah yang akan diusung.
Kendati demikian, namun Cecep menilai jika sebenarnya hasil survei yang dilakukan sudah cukup sebagai gambaran untuk menentukan nama calon yang bakal diusung sebagai calon.
”Tapi, jika masih menilai hasil survei yang dilakukan kurang, maka sebaiknya Golkar melakukan lagi second opinion dengan cara survei lagi dengan lembaga lain,” ungkapnya kepada wartawan, belum lama ini.
Kemudian saat diminta tanggapan terkait adanya wacana DPP Partai Golkar bakal memberikan SK rekomendasi kepada Ngatiyana karena adanya ‘tekanan’ dari elit politik, padahal suara grassroot dan kader Partai Golkar Cimahi lebih condong mendukung Dikdik S Nugrahawan, Cecep memberikan penilaian lain.
Cecep memberi saran sebaiknya DPP Partai Golkar mendengarkan suara arus bawah terlebih dahulu sebelum mengeluarkan SK Rekomendasi penetapan calon untuk Pilkada Cimahi nanti.
Menurut Cecep sebaiknya, DPP Partai Golkar memanggil pengurus di bawah, mulai dari tingkat provinsi hingga tingkat Kota Cimahi.
”Bahkan kalau perlu pengurus Golkar hingga tingkat kecamatan pun dipanggil DPDP untuk didengarkan pendapat dan suranya,” ungkap Mantan Kepala Pusat Kajian dan Pengembangan Kebijakan Publik, Inovasi Pendidikan dan Pendidikan Kedamaian LPPM UPI (2016-2020).
Cecep menjelaskan, pentingnya mendengar aspirasi dari bawah adalah agar kebijakan yang diambil DPP Partai Golkar ini selaras dengan suara grassroot yang pada akhirnya bisa memenangkan kontestasi Pilkada.
”Dan kalau memang suara grassroot dan kader itu dengan meyakinkan akan memenangkan Pilkada jika nama ini yang dipilih, sebaiknya elit Partai Golkar itu legowo,” tambah Ketua Prodi PKn Magister dan Doktor UPI Periode 2020-2024.
Meski demikian, Prof Cecep menilai, DPP Partai Golkar pun tentunya memiliki hitungan-hitungan politik tersendiri. (bbs)