JABAR EKSPRES – Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat (Disdik Jabar) merespons soal viralnya dugaan pungutan liar atau pungli di salah satu SMA negri wilayah Kota Cirebon.
Pelaksana harian (Plh) Kepala Disdik Jabar Ade Afriandi menyebut, saat ini pihaknya melalui Kantor Cabang Dinas (KCD) wilayah 10 telah menelusuri dugaan tersebut.
“Kita juga taunya di postingan TikTok (sosial media), oleh karena itu kantor cabang dinas (KCD) wilayah 10 bersama kepala sekolah dan komite, kita konfirmasi apa yang disampaikan dalam video,” ujarnya, Rabu (31/7).
Dalam hasil penelusurannya, Ade mengungkapan bahwa tindakan tersebut terjadi di tahun 2023 lalu. Bahkan hal itu kata dia, dikuatkan juga dengan adanya bukti transfer yang tertera dalam video tersebut.
“Di postingan itu ternyata transfernya November 2023 (lalu), dan sekarang (tahun) 2024. Tapi tentu kita akan lakukan konfirmasi ke sana sebagai bagian dari pencegahan,” ungkapnya.
BACA JUA: Meleleh di Lidah! 7 Jajanan Kuliner Tradisional di Bandung yang Wajib Dicoba
Lebih jauh Ade menuturkan, hal ini dapat dijadikan sebagai pengingat bagi seluruh satuan pendidikan atau sekolah di Jabar untuk tidak melakukan berbagai hal yang bertentangan dengan aturan.
“Ini menjadi pengingat bagi semua satuan pendidikan karena secara aturan di dalam pergub (peraturan gubernur) sepanjang tidak mengikat tidak berjangka waktu, itu masih dibenarkan,” imbuhnya.
Untuk diketahui, informasi dugaan pungli tersebut diunggah oleh Bakal Calon Gubernur Jawa Barat yakni Ono Surono melalui akun TikTok miliknya.
Dalam unggahan itu, Ono mengaku banyak mendapatkan keluhan dari masyarkat, khususnya orang tua siswa terkait adanya dugaan pungutan liar yang tejadi di salah satu SMA Negri di Kota Cirebon.
BACA JUGA: Cek Update Terbaru Klasemen Medali Olimpiade Paris 2024: Jepang Belum Tergeser
“Kemarin ada yang kirim sejumlah foto ke chat WA saya. Mungkin foto-foto itu menunjukkan informasi ada pertemuan antara komite sekolah atau pihak sekolah dengan orang tua siswa salah satu SMA yang ada di Jawa Barat,” katanya.
Ia mengungkapkan, informasi yang pertama disampaikan yakni soal partisipasi senilai Rp3.315.500.000 yang dibagi 349 siswa. sehingga dengan hal itu, total sekitar Rp9.500.000 yang harus dibayar per siswa siswa.