“Saya pun berharap agar BPK ini didorong untuk melakukan audit investigasi dengan tujuan tertentu untuk mengetahui seberapa efektif 20% anggaran yang telah dicanangkan berdasarkan undang-undang. Karena faktanya hampir seluruh sekolah melakukan pungutan seperti ini kepada orang tua siswanya,” cetusnya
“Apakah memang kondisi ini sah-sah saja disaat misalnya angka lamanya sekolah di Jawa Barat hanya kelas 2 SMP. Karena saya yakin faktornya adalah masalah keuangan, dimana banyak orang tua siswa yang tidak mampu untuk membayar biaya pendidikan anak yang mahal tersebut,” tambahnya lagi.
Ono pun mengaku telah mendapatkan informasi dari orang tua siswa seperti bukti transferan dan juga rekapan siswa yang telah membayar. Dari informasi yang diperoleh Ono, terlihat data-data siswa yang sudah membayar sebesar Rp 7,5 Juta.
“Memang bukti-bukti yang dikirim adalah kejadian di tahun 2023, karena edaran untuk tahun 2024 belum keluar. Dan ini setiap tahun terjadi. Dari informasi yang saya peroleh, yang dimajukan itu memang komite sekolah seolah-olah merupakan inisiatif wali murid. Dan bila dibilang tidak mengikat, mengapa pihak sekolah melalui komite terus menagih satu persatu orang tua siswa melalui telepon bukan chat WA. Ini harus ditindaklanjuti,” tandasnya. (bbs)