Disinggung terkait kurikulum yang diterapkan, dikatakan Tjetjep, SDN 1 Cikapundung untuk tahun ajaran 2024-2025 sudah diterapkan kurikulum merdeka.
Kendati demikian diakuinya masih dalam tahap uji coba, karena untuk beberapa kelas masih menggunakan kurikulum sebelumnya.
“Kurikulum tahun ini insyaallah full menggunakan kurikulum merdeka. Tapi tidak ada dipaksakan kalau memang tahun ini masih menggunakan kurikulum 13 tidak apa-apa untuk kelas tiga dan enam kalau di kota Bandung kan sebenarnya sudah semuanya dari 1-6. Tapi kemarin konsultasi kalaupun masih menggunakan kurikulum 13 juga tidak apa-apa,” paparnya.
Selain berada di lokasi terpencil dengan jumlah siswa yang sedikit diakuinya SDN Cikapundung 1 juga tertinggal ihwal sarana prasarana pendidikan. Seperti buku pelajaran yang sangat terbatas. Mengkhawatirkannya setiap mata pelajaran guru hanya memberikan satu buku kepada para siswa.
“Jadi baik dari sarana prasarana dan jumlah siswa memang sekolah ini tertinggal. Jadi tidak semua siswa memiliki buku pelajaran. Sedangkan untuk pembelian buku saja sudah berapa yang harus dikeluarkan. Untuk operasional saja kita harus pintar-pintar mengalokasikannya,” katanya.
Hal ini karena anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari Kementrian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dirasa tidak mencukupi untuk semua kebutuhan di sekolah tersebut. Karena itu ia meminta pemerintah daerah untuk lebih memperhatikan sekolah di pelosok seperti SDN 1 Cikapundung.
“Itu kesulitan kami karena anggaran, kemudian pemenuhan kebutuhan buku pelajaran juga kan disesuaikan dengan keuangan. Saya berharap perhatian dari pemerintah daerah. Karena kami minim dana Bos untuk daerah terpencil mah mohon di bedakan jadi ada tambahan begitu. Kita kan belum bisa merealisasikan pemeliharaan sekolah, nah minimal ada tambahan untuk itu,” harap Tjetjep.
“Sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh Kemendikbudristek BOS itu satu siswa untuk sekolah dasar itu Rp 960.000 untuk satu tahun di kali 60 jadi sekitar Rp74 jutaan untuk satu tahun. Satu semester itu Rp34 juta dibagi enam bulan itu diangka Rp5 jutaan satu bulan. Itu untuk uang operasional sekolah untuk pembayaran pegawai honorer, barang jasa seperti listrik internet,” tandasnya. (Wit)