“Padahal, peran serikat pekerja adalah sangat sentral dalam upaya mendorong kesejahteraan kelompok pekerja melalui peran-peran aktifnya secara kolektif,” tuturnya.
Dalam hal ini, ahli yang merupakan dosen universitas ternama itu juga menyayangkan dihapusnya keterlibatan forum, yang menurutnya sangat demokratis dalam penentuan upah itu.
Sementara itu, menurutnya aspek penetuan upah yang menggunakan tiga variabel, yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indeks tertentu. Berisiko membuat buruh semakin rentan, karena tidak ditetapkan siapa penentunya.
Mengkritisi hal itu, Amalinda mengusulkan agar frasa tersebut dihapud atau dipertegas penentuannya, guna memastikan hak pekerja.
BACA JUGA:Ini Alasan PN Bandung Kabulkan Praperadilan Pegi Setiawan
Selain itu, ia juga menyoroti kebijakan ketenagakerjaan yang dianggap tidak berpihak pada warga negara Indonesia, dan lebih berpihak pada tenaga kerja asing.
“Dua konteks tersebut, yakni ekonomi dan demografi, sangat penting untuk dipertimbangkan oleh majelis hakim Konstitusi terkait dengan revisi UU ini,” kata Amalinda.
Diketahui bahwa sidang yang bertujuan untuk mendengarkan keterangn ahli dari pihak pemohon itu dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, serta Hakim Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Guntur Hamzah, dan Asrul Sani sebagai pendamping.