Oleh Lucky Akbar*)
JAKARTA – Judi online merupakan salah satu bentuk kejahatan siber yang mengancam stabilitas sosial dan ekonomi masyarakat.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat perputaran uang dari judi di dunia maya ini, sepanjang tahun 2023 sudah mencapai Rp327 triliun. Artinya hampir 10 persen dari APBN tahun 2024 yang sebesar Rp 3.325,1 triliun. Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi permasalahan ini, namun tantangannya memang tidak mudah. Judi online seringkali sulit dilacak dan diberantas karena sifatnya yang anonim dan lintas batas.
Oleh karena itu, diperlukan strategi yang efektif dan sinergis dari berbagai pihak. Persoalan judi online juga menjadi keprihatinan pemimpin negara, dimana Presiden Jokowi juga menyoroti dampak negatif yang ditimbulkan akibat praktik judi tersebut, mulai dari kehilangan harta benda, perpecahan keluarga, hingga meningkatnya tindakan kejahatan dan kekerasan yang terjadi di masyarakat.
Judi online bukanlah fenomena baru di Indonesia. Perkembangan teknologi, khususnya internet, telah memberikan ruang bagi pelaku judi untuk melakukan kegiatannya dengan lebih mudah dan tanpa perlu takut terdeteksi secara langsung. Hasil penelitian dari Budiarto dan kawan-kawan (2019) menunjukkan bahwa sekitar 55 persen pelaku judi online di Indonesia adalah remaja dan dewasa muda, yang menunjukkan betapa seriusnya masalah ini.
Upaya pemerintah
Pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah melakukan berbagai langkah, seperti pemblokiran situs judi online, namun ini seringkali tidak cukup efektif karena munculnya situs baru dengan cepat. Dalam sebuah wawancara, ahli keamanan siber Agus Surono menekankan pentingnya peningkatan kemampuan teknologi domestik untuk mendeteksi dan memutus akses ke situs-situs judi dengan lebih efisien.
Penegakan hukum menjadi faktor kunci dalam pemberantasan judi online. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) telah memberikan kerangka hukum yang cukup untuk menindak pelanggaran terkait judi online.
Hanya saja, dalam praktiknya, kurangnya koordinasi antara aparat penegak hukum dan keterbatasan sumber daya seringkali menjadi kendala. Sujarwo (2018) dalam penelitiannya tentang efektivitas penegakan hukum terhadap judi online menyarankan peningkatan pelatihan dan kerja sama internasional untuk menangani masalah ini dengan lebih baik.