JABAR EKSPRES – Layanan transportasi umum sampai saat ini dinilai masih belum bisa memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya di perkotaan dan metropolitan yang ada di Indonesia.
Merujuk pada catatan Bappenas 2024, untuk transportasi umum di beberapa ibu kota, yakni panjang jalur MRT di Jakarta 15,7 kilometer, Singapura 202,4 kilometer, Tokyo 195,1 kilometer, Hongkong 174,7 kilometer, Kuala Lumpur 142,5 kilometer dan Bangkok 70,6 kilometer.
Pengamat Transportasi Publik sekaligus Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengatakan, apabila melihat data tersebut, maka pangsa angkutan umum di Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota-kota lainnya di Indonesia masih kurang dari 20 persen.
“Bandingkan dengan Singapura, Hongkong dan Tokyo sudah lebih 50 persen, Kuala Lumpur dan Bangkok kisaran 20 persen sampai 50 persen,” katanya kepada Jabar Ekspres, Rabu (12/5).
Menurut Djoko, penyediaan layanan transportasi umum perkotaan yang ada di Indonesia, masih jauh di bawah kota-kota metropolitan lainnya.
Dampaknya, keterbatasan sistem angkutan umum perkotaan mengakibatkan bahkan berdampak serius, yakni bisa menghambat pertumbuhan perekonomian.
“Kota Jakarta, Surabaya dan Bandung termasuk kota termacet di Asia. Akibat kemacetan, peningkatan 1 persen urbanisasi hanya meningkatkan 1,4 persen PDB per kapita,” bebernya.
Sementara ucap Djoko, pendapatan per kapita di China 3 persen, sedangkan negara-negara Asia Timur Pasifik 2,7 persen.
“Penyebab lainnya karena kurangnya kapasitas kelembagaan, rencana mobilitas terpadu, dan kapasitas fiskal daerah,” ucapnya.
Djoko berujar, belum adanya kelembagaan transportasi metropolitan, yang dapat mengintegrasikan pembangunan serta mengelola lintas batas administrasi dan lintas moda angkutan dalam satu wilayah fungsional metropolitan, menjadi hambatan lain.
BACA JUGA: Matangkan Persiapan Asia dan Pramusim Liga, Bojan Hodak Stay bersama Persib
Kemudian belum terdapat rencana mobilitas perkotaan terpadu, sebagai dasar implementasi angkutan massal perkotaan, termasuk untuk jaringan dalam satu wilayah metropolitan.
“Keterbatasan kapasitas fiskal daerah untuk membangun angkutan massal perkotaan. Jika hanya mengandalkan APBD, selain DKI Jakarta tidak ada kota yang mampu membangun MRT dan LRT,” ujarnya.
Apabila merujuk pada Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, pembangunan angkutan massal adalah kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda).