JABAR EKSPRES – Meksiko tengah berjuang menghadapi gelombang panas yang mematikan sejak Maret 2024. Pemerintah mengumumkan pada Jumat (24/5) bahwa 48 orang telah meninggal dunia akibat suhu ekstrim ini. Pengumuman tersebut disampaikan bersamaan dengan peringatan para ilmuwan bahwa rekor suhu baru mungkin akan tercapai dalam waktu dekat.
Menurut Kementerian Kesehatan Meksiko, lebih dari 950 orang mengalami masalah kesehatan terkait gelombang panas ini. Dengan populasi mencapai 129 juta jiwa, angka ini menunjukkan betapa seriusnya dampak dari fenomena tersebut.
Presiden Meksiko, Andres Manuel Lopez Obrador, menyatakan bahwa gelombang panas tahun ini merupakan yang paling luar biasa. “Ini adalah fenomena alam yang sangat disesalkan terkait dengan perubahan iklim,” katanya dalam konferensi pers rutin pagi hari.
Dia juga menambahkan bahwa suhu tinggi dan kurangnya angin telah memperburuk masalah polusi di Mexico City. Ibu kota Meksiko yang berada di ketinggian 2.240 meter di atas permukaan laut ini biasanya memiliki iklim yang nyaman dan hanya sedikit rumah yang dilengkapi dengan pendingin ruangan. Namun, pada 9 Mei lalu, Mexico City mencatat suhu tertinggi mencapai 34,3 derajat Celsius, menurut laporan Komisi Cuaca Nasional.
Keadaan lebih buruk terjadi di negara bagian San Luis Potosi di timur laut Meksiko, di mana suhu mencapai puncak hingga 49,6 derajat Celsius. Para ilmuwan dari National Autonomous University of Mexico memperingatkan bahwa rekor suhu baru bisa terjadi dalam dua minggu ke depan. Francisco Estrada dari Climate Change Research Program universitas tersebut mengatakan bahwa tahun ini mungkin menjadi “tahun terpanas dalam sejarah”.
Estrada menambahkan bahwa kondisi ekstrem ini tidak hanya berdampak pada manusia tetapi juga hewan. Di selatan Meksiko, puluhan monyet howler ditemukan mati akibat gelombang panas. “Ini adalah tanda bahwa kita harus lebih serius dalam menangani perubahan iklim,” tegasnya.
Meksiko tidak sendirian dalam menghadapi dampak buruk gelombang panas. Negara-negara lain seperti India dan Pakistan juga mengalami suhu ekstrem hingga harus menutup sekolah demi keselamatan anak-anak. Para ahli menyatakan bahwa fenomena ini bukan lagi sekadar anomali, melainkan menjadi kenyataan baru yang harus dihadapi dengan langkah-langkah mitigasi yang lebih serius.