Soal Pemotongan TPP, Begini Keluh Kesah Salah Satu Tenaga Kesehatan di Kota Banjar

JABAR EKSPRES – Salah satu tenaga kesehatan di Kota Banjar, berinisial ‘F’, merasakan beban berat akibat kebijakan Pemerintah Kota Banjar yang memotong Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).

“Ini terjadi karena tata kelola keuangan daerah dan manajemen sumber daya manusia yang kurang baik. Selain itu, tidak ada komunikasi yang jelas mengenai pemotongan TPP ASN. Kami, yang bekerja di bidang kesehatan dan memberikan kontribusi besar terhadap APBD, juga harus menerima pemotongan ini. Padahal, besaran TPP sebelumnya sudah disepakati antara tenaga kesehatan dan pemerintah kota,” ujar F dalam pesan tertulisnya pada Rabu, 22 Mei 2024.

Diketahui, Pemerintah Kota Banjar telah memutuskan untuk tetap melakukan pemotongan TPP ASN dan P3K dengan besaran 20%, 25%, dan 50 persen secara berturut-turut. Pemotongan ini akan diberlakukan mulai bulan April dengan pembayaran dilakukan pada bulan Mei hingga November 2024.

BACA JUGA: Niat Makan Sate di Puncak, Pengacara Jadi Korban Penusukan Pengamen 

Menurut Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kota Banjar, Asep Mulyana, dalam rapat Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) telah disampaikan lima opsi, namun yang dipilih adalah pemotongan sebesar 20%, 25%, dan 50% yang dianggap paling rasional sesuai dengan skema awal.

“Langkah ini diambil karena kondisi keuangan daerah yang memaksa untuk melakukan pemotongan TPP guna menutupi kekurangan anggaran belanja TPP sebesar Rp28 miliar,” jelas Asep pada Selasa, 21 Mei 2024.

Juru Bicara Forum Peningkatan Status Kota Banjar (FPSKB), Sulyanati, bereaksi keras terhadap keputusan ini.

“Opsi yang dipilih menunjukkan ketidakpekaan Pemkot dalam memperhatikan nasib dan kesejahteraan pegawainya serta tidak mempertimbangkan dampak sosialnya karena ini menyangkut kebutuhan dasar,” ujarnya.

Sulyanati menjelaskan bahwa keputusan ini mencerminkan lemahnya sense of crisis Pemkot dalam memitigasi risiko dampak kebijakan tersebut.

“Keputusan ini cenderung tidak realistis dan analitis. Diduga ada konflik kepentingan dalam APBD Kota Banjar Tahun Anggaran 2024. Asumsi sederhana adalah posisi APBD yang tidak sehat dengan SILPA nol rupiah, namun tetap memaksakan kegiatan dan program yang akhirnya berkonsekuensi pada pemotongan TPP,” tambahnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan