Ditemui di kediamannya, Ogest menyambut Jabar Ekspres menggunakan kursi roda elektrik dari depan pintu. Kendati hampir sebagian tubuhnya lumpuh, semangat hidup dapat terasa dari fist bump atau salam kepalan tangannya. Hal itu juga dapat terdengar dari nada suara tegasnya saat membicarakan pesta demokrasi bagi kelompoknya.
Sementara itu, Ketua Severe and Profound Impairment Collective Empowerment (SPICE) atau Pemberdayaan Kolektif Disabilitas Berat itu, mengungkapkan, pada kontestasi Pemilu 2024 kemarin pun para bakal calon dewan yang menyuarakan terkait isu disabilitas hanya bisa dihitung jari. Adapun beberapa yang lain, menyuarakan isu tersebut hanya untuk kepentingan ‘suara’ itu sendiri.
“Ada beberapa yang bahkan bukan menyuarakan, tapi mencari suara. Mencari suara disabilitas itu banyak. Bahkan ada yang sering berkegiatan (dengan) disabilitas, tapi tidak menyuarakan isu disabilitas. Cuma dia ikut hadir aja. Sangat disayangkan,” katanya.
Tidak berhenti di sana. Hal yang paling disayangkan lainnya adalah saat seseorang terpilih menjadi anggota dewan, tiba-tiba ibarat kacang lupa pada kulitnya. Seiring waktu berjalan, dirinya melihat sendiri bahwa janji politik sebatas janji-janji manis semata. Hal ini tampak dari infrastruktur yang masih belum memadai dan ramah terhadap kelompok disabilitas.
BACA JUGA: Jadwal dan Cara Cek Lolos Tes Online 1 BUMN 2024, Catat Tahapan Selanjutnya!
“Sama sekali boleh dikatakan, tidak ada perubahan. Tidak ada keberpihakan kepada penyandang disabilitas,” ungkap lelaki kelahiran 9 Februari 1974 itu.
Saat ini Ogest tinggal di Kota Cimahi. Ia menceritakan, kondisi transportasi maupun trotoar jalan yang ramah disabilitas, dinilai tidak jauh berbeda apabila dibandingkan dengan Kota Bandung. Situasi tersebut sulit dijalani bagi para penyandang disabilitas berat seperti dirinya. Ia mempertanyakan kegunaan dari UU No. 8 Tahun 2016 Tentang Hak Disabilitas.
“Sangat kurang. Sangat tidak diperhatikan. Implementasinya sampai saat ini jangankan untuk memberdayakan disabilitas. Infrastruktur kualitas umum pun jarang yang aksesibel untuk disabilitas. Apalagi kayak transportasi. Kami untuk melakukan kegiatan di luar, kesulitan. Sangat kesulitan dan terhambat,” cetusnya.
Kelompok Disabilitas Menatap Pesta Demokrasi Setiap Tahunnya
Bukan hanya persoalan fasilitas publik, pada realitanya, Djumono mengaku, pemenuhan fasilitas kelompok disabilitas bahkan tidak terasa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Hal ini menyulitkan para penyandang kebutuhan khusus untuk merasakan momen pesta demokrasi.