Pemotongan TPP ASN Kota Banjar Harus Berdasar Kinerja, Bukan Karena Defisit

JABAR EKSPRES – Firman Nugraha SH CLA, seorang pengamat pemerintah Kota Banjar, mengkritik kondisi fiskal APBD Kota Banjar yang terus-menerus mengalami kesulitan.

Menurutnya, defisit anggaran telah menjadi masalah yang umum terjadi di APBD Kota Banjar.

Hal ini menunjukkan betapa rapuhnya kondisi APBD Banjar, bahkan untuk membiayai hal-hal dasar seperti pembayaran tunjangan pegawai saja masih dipertanyakan kelancarannya.

“Kondisi APBD Kota Banjar sangat rentan, dan defisit yang berdampak pada ketidakmampuan atau pemotongan pendapatan pegawai mungkin akan terus terjadi. Situasi APBD akan selalu menjadi ancaman,” ujar Firman pada Kamis (16/5).

BACA JUGA: Persib Larang Suporter Bali United Datang ke SJH di Leg 2 Championship Series

Menurut Firman, masalah ini bisa disebabkan oleh dua hal utama. Pertama, sumber pendapatan APBD Kota Banjar yang terbatas dan semakin menurun. Kedua, perencanaan anggaran yang mungkin kurang akurat.

“Ini sangat penting, karena TPP berkaitan erat dengan reformasi birokrasi. Ini adalah insentif untuk meningkatkan kualitas kinerja ASN, serta mendorong integritas dan anti korupsi dalam birokrasi,” jelas Firman.

TPP adalah instrumen penting untuk meningkatkan kesejahteraan ASN sehingga mereka dapat memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Sebagai sektor yang fundamental, performa ASN akan menentukan pembangunan dan pelayanan publik.

“Pengeluaran untuk pegawai melalui TPP harus aman. Rencana pemotongan TPP ASN tidak sesuai dengan Perwali 15/2023,” tambahnya.

BACA JUGA: Mengenal Gejala Asma Pada Anak dan Cara Mencegahnya

TPP adalah insentif yang penting untuk meningkatkan kinerja ASN. TPP diberikan berdasarkan Beban Kerja, Tempat Bertugas, Kondisi Kerja, Kelangkaan Profesi, Prestasi Kerja, dan pertimbangan objektif lainnya.

Firman menjelaskan bahwa TPP diberikan kepada ASN yang memiliki kinerja baik, dan dipotong jika kinerjanya buruk. Pembatasan TPP hanya terjadi jika ASN tidak disiplin atau tidak mencapai kinerja yang diharapkan, bukan karena kekurangan anggaran.

“TPP harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah, namun pemotongan hanya dilakukan jika kinerja ASN buruk. Pemotongan TPP harus didasarkan pada kinerja ASN, bukan karena defisit anggaran,” tegasnya.

Rentannya APBD menunjukkan bahwa keuangan daerah tidak berkelanjutan dan kurang memiliki daya tahan. Pimpinan daerah harus serius memikirkan cara meningkatkan sumber pendapatan daerah.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan