JABAR EKSPRES – Pemilihan Presiden (Pilpres) Republik Indonesia kembali menjadi sorotan internasional, namun kali ini bukan karena aksi-aksi capres atau hasil survei. Film dokumenter “Dirty Vote” karya Dandhy Laksono menjadi pusat perhatian, meramaikan Twitter dengan lebih dari setengah juta tweet.
Media Prancis, AFP, turut menyoroti kehebohan ini, menjadikan film tersebut sebagai tren global pada Minggu malam. Dalam artikel bertajuk “Dokumenter Indonesia Klaim Widodo Dukung Calon Pilihan di Pemilihan Presiden”, AFP menyebut bahwa film tersebut telah menjadi viral dan ditonton jutaan kali hanya dalam sehari.
“Dirty Vote” mengklaim bahwa Presiden Indonesia, Joko Widodo, menggunakan sumber daya negara untuk mendukung calon pilihannya, Prabowo Subianto. Film ini menyajikan tuduhan manipulasi persyaratan kelayakan dan peningkatan bantuan kesejahteraan yang diyakini mendukung kampanye Subianto.
Meskipun AFP tidak dapat memverifikasi klaim tersebut secara independen, media tersebut memberikan ruang untuk pembelaan. Mayoritas konten dalam film disebut sebagai fitnah, narasi kebencian yang tidak ilmiah, menurut wakil ketua tim kampanye Prabowo, Habiburokhman.
Straits Times dari Singapura juga melaporkan kontroversi ini dengan judul “Film Dokumenter Pemilu Indonesia ‘Fitnah’, Kata Tim Kampanye Prabowo”. Mereka mencatat bahwa “Dirty Vote” mendapat lebih dari tiga juta penayangan dalam kurang dari 24 jam setelah diunggah di YouTube.
Film tersebut menyoroti dugaan kecurangan dalam proses pemilu, dengan tuduhan bahwa pihak berwenang tidak bersikap adil dan memihak kepada Prabowo dan pasangannya, Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo.
Dalam respons terhadap film ini, tim kampanye Prabowo menyebutnya sebagai fitnah dan narasi kebencian. Namun, Todung Mulya Lubis, wakil ketua bidang hukum tim kampanye Ganjar, berpendapat bahwa film tersebut merupakan “pendidikan politik yang baik”.
Media juga mencatat reaksi ketiga capres terkait “Dirty Vote”. Habiburokhman, wakil ketua tim pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, menilai film tersebut tidak mencerminkan kebenaran dan lebih fokus pada menjaga perdamaian proses pemungutan suara.
Wakil ketua bidang hukum tim kampanye Ganjar, Todung Mulya Lubis, berpendapat bahwa masyarakat seharusnya tidak bereaksi berlebihan terhadap film tersebut. Ia menekankan pentingnya menganggapnya sebagai “pendidikan politik yang baik” dan menghindari melaporkannya ke polisi untuk mencegah ketegangan yang tidak sehat bagi bangsa.