JABAR EKSPRES – Viral film dokumenter berjudul Dirty Vote di X (dulu Twitter). Film ini tayang perdana pada Minggu (11/2/2024) di kanal YouTube Dirty Vote
Beberapa warganet di X meluapkan perasaan mereka usai menonton film ini, seperti berikut.
“Setelah nonton Dirty Vote, rasanya semua yang gue pelajari di Fakultas Hukum selama 4 tahun, diacak-acak dan diolok-olok sebagai hal yang nggak lebih dari sekadar tulisan yang bisa dibeli,” tulis @jaht***.
“Nangis banget nonton dirty vote, ternyata bansos emang selayaknya untuk kebutuhan masyarakat malah sebagai penunjang elektorat paslon tertentu,” tulis akun @wind***.
“sepanjang nonton dirty vote geleng geleng kepala doang sampe pusing, it’s like witnessing something fall right before your eyes,” tulis @danin***.
BACA JUGA: Viral! Kenapa Warganet Sebut Ahok ‘Kuda Putih’? Ternyata Ini Awal Mulanya!
Lalu, Tentang Apa Sebenarnya Film Dirty Vote?
Dirty Vote, yang disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono, adalah sebuah film dokumenter yang diharapkan dapat menjadi sumber pembelajaran bagi masyarakat, terutama saat masa tenang pemilu, dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang masalah demokrasi dan praktik kecurangan.
Dilansir dari kanal YouTube Dirty Vote, film ini berisi tentang tiga pandangan para ahli hukum tata negara, termasuk ada Bivitri Susanti, Feri Amsari dan Zainal Arifin Mochtar.
Ketiga pihak menyoroti bahwa berbagai alat kekuasaan telah dimanfaatkan untuk mencapai kemenangan dalam pemilu dan mengganggu prinsip-prinsip demokrasi.
Mereka menunjukkan bahwa infrastruktur kekuasaan yang kuat dipakai secara terang-terangan untuk mempertahankan status quo. Bentuk-bentuk kecurangannya diurai dengan analisa hukum tata negara.
Bivitri berpendapat bahwa Dirty Vote bukan hanya sebuah film, tetapi juga sebuah catatan sejarah yang menggambarkan kerusakan yang telah terjadi terhadap demokrasi di Indonesia.
BACA JUGA: Apa Itu Rare Birthday Viral di TikTok? Ini Cara Ikut Trennya!
Menurutnya, film ini mengangkat dua isu utama: pertama, bahwa demokrasi tidak boleh dianggap hanya sebagai proses pemilihan umum, dan kedua, bahwa kekuasaan sering disalahgunakan, terutama melalui praktik nepotisme yang bertentangan dengan prinsip negara hukum yang demokratis.