Apa itu Dirty Vote? Yang Viral karena Film Dokumenter Tentang Kecurangan Pemilu 2024

JABAR EKSPRES – Sebuah film dokumenter yang sedang ramai dibicarakan adalah “Dirty Vote”, yang membahas kecurangan dalam Pemilu 2024.

Film ini menjadi viral di YouTube dan menjadi topik yang hangat di berbagai platform media sosial selama 24 jam terakhir.

Baca juga : Viral! Netizen Berbondong-Bondong Nonton Film Dokumenter Dirty Vote, Kenapa?

Pada hari pertama penayangannya, Minggu (11/2/2024), “Dirty Vote” berhasil mencuri perhatian masyarakat Indonesia.

Dalam waktu kurang dari sehari, film dokumenter ini telah ditonton lebih dari 3,2 juta kali.

“Dirty Vote” menghadirkan pandangan dari tiga ahli hukum tata negara, termasuk Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar.

Dengan durasi 1 jam 57 menit, film ini mengulas tentang kecurangan yang terjadi dalam Pemilu 2024.

Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan “dirty vote”?

Menurut cambridge.dictionary.org, “dirty vote” dapat diartikan sebagai suara atau pemungutan suara yang kotor.

Istilah ini digunakan dalam film untuk menggambarkan praktik-praktik yang tidak adil dan tidak jujur dalam pelaksanaan pemilu, yang membuat pemilu yang seharusnya bersih menjadi kotor.

dirty (adj) : tidak bersih

vote (v) : tindakan mengungkapkan pilihan atau pendapat Anda, terutama dengan menuliskan tanda secara resmi di atas kertas atau dengan mengangkat tangan atau berbicara dalam rapat

vote (n) : tindakan menunjukkan pilihan atau pendapat Anda dalam pemilu atau pertemuan dengan menulis X pada selembar kertas resmi atau mengangkat tangan Anda

vote (n) : cara mengambil keputusan dengan meminta sekelompok orang untuk memilih

“Dirty Vote” menjadi penanda atas berbagai tindakan tidak etis yang mungkin terjadi dalam Pemilu 2024, seperti proses pencalonan, manipulasi suara, intimidasi pemilih, dan penggunaan sumber daya secara tidak adil.

Baca juga : Link Nonton Film Dokumenter Dirty Vote yang Trending di Media Sosial

Disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono, film ini merupakan salah satu dari sejumlah karya kontroversialnya, termasuk “Ketujuh”, “Jakarta Unfair”, dan “Sexy Killer”.

Dandhy Dwi Laksono berharap bahwa film ini menjadi sumber pendidikan bagi masyarakat, terutama dalam masa tenang sebelum pemilu.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan