Persyaratan pasar sehat yang mesti dipenuhi memang cukup banyak, seperti sanitasi, ventilasi, dan kebersihan tempat penjualan yang harus baik serta memenuhi standar kebersihan.
Sejak 2011 lalu, pada awal pendirian Pasar Sehat Cileunyi sempat diwarnai konflik dan ketegangan. Hal tersebut dikarenakan, ratusan bahkan ribuan pedagang pasar tradisional Cileunyi kala itu menolak adanya revitalisasi dan relokasi.
Meski diwarnai beberapa kali demo penolakan revitalasi, namun pada akhirnya pedagang pasrah hingga berdirilah PSC. Ironisnya, setelah 12 tahun berdiri dengan label sebagai pasar sehat, kondisi PSC di lapangan faktanya cukup memprihatinkan.
Bahkan PSC yang dikelola PT Biladi Karya Abadi (KBA) dan ada sebagian lahannya milik Pemkab Bandung itu, pasca Pandemi Covid-19 kini terlihat miris.
Dari pantauan Jabar Ekspres di lokasi PSC, banyak kios tutup dan rusak ditinggal penghuninya, juga ada yang hancur. Belum lagi kondisi infrastruktur jalan di PSC yang tak terawat, termasuk sampah yang belum tertangani serius.
Usai membersihkan barang-barang di tokonya, Dani duduk di atas bangku sambil menyandarkan badan ke tembok di bagian dalam kios. Dijelaskan, sampah yang menggunung di TPS pasar kerap memasuki area lapak jualannya, sehingga selain sibuk membersihkan toko, dia pun terpaksa merapihkan sampah yang berceceran.
“Kalau gak saya rapihkan, ya enggak akan ada yang mau datang, apalagi sebelah situ (bagian kanan kios) akses jalan kaki warga. Saya rapihkan saja jarang yang lewat dan beli dagangan saya, apalagi kalau sampahnya saya biarkan,” jelasnya sambil menunjuk jalan setapak di tengah-tengah antara kios dan TPS.
Dari pantauan di lokasi, terlihat bahwa akses jalan setapak yang diterangkan Dani itu, pinggirannya telah dipasangi sejumlah batok kelapa yang sudah kering, menjadi benteng pembatas agar gunungan sampah di TPS tak keluar hingga berceceran.
Satu kilo kelapa yang Dani jual Rp16.000, baik diparut atau diperas jadi santan di tempat menggunakan mesin, harga yang dibanderol tetap sama. Setiap harinya konsumen tergolong jarang berkunjung, bahkan yang membeli barang dagangannya pun didominasi hanya orang-orang yang telah menjadi pelanggannya saja.