JABAR EKSPRES – Sejak dahulu, sesar Lembang merupakan patahan berbahaya yang dapat membelah Bandung Raya. Selain itu, patahan ini juga bisa menyebabkan gempa besar bagi Jawa Barat.
Potensi gempa di patahan ini ternyata telah dipantau sedari tahun 1963. Hal ini dilakukan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dengan memasang Seismograf WWSSN (World Wide Standardized Seismograph Network) berjenis Benioff Short Period (3 komponen) dan Sprengnether Long Period (3 komponen).
Lantas, apa sebenarnya sesar Lembang ini? Apa efek yang akan ditimbulkan jika patahan ini bergerak?
Baca Juga:Siswi Kelas 2 SMP di Bandung Jadi Korban Asusila, Dicekoki Obat-obatan hingga MirasNasib PT Jaswita Sebagai Pengelola Bisnis di Masjid Al Jabbar Masih Digantung
Merangkum dari berbagai sumber, sesar ini terbagi menjadi dua segmen, yakni barat dan timur. Segmen timur lebih awal terbentuk pada 20 ribu tahun lalu. Lalu, segmen barat terbentuk 7 ribu tahun setelahnya.
Masing-masing segmen memiliki pergerakan sendiri sehingga pergerakan patahan ini menjadi tidak sempurna. Kedua segmen cenderung bergerak dengan kecepatan yang berubah. Titik temu dari dua segmen ini adalah daerah perbukitan di sekitar Gunung Batu hingga Observatorium Bosscha.
Konon, letusan gunung api raksasa Sunda pada 500 ribu tahun yang lalu (zaman pleistosen) menyebabkan terbentuknya patahan ini. Letusan gunung itu menyisakan sedikit sisi gunung dan menimbulkan kekosongan magmatis. Alhasil, gunung api itu patah dan dikenallah sekarang dengan nama patahan nLembang.
Lalu, BMKG mulai menerapkan monitoring gempa digital untuk memantau pergerakan patahan tersebut pada 2008. Terobosan ini membuat pemantauan pergerakan patahan yang membelah Bandung Raya ini semakin baik.
Kemudian, BMKG kembali memasang 16 sensor seismic periode pendek secara rapat, melengkapi 19 seismograf broadband yang sudah dipasang sebelumnya di wilayah Jawa Barat dan Banten pada 2019.