Alami Kemunduran Reformasi, Sejumlah Tokoh Beri Kartu Merah bagi Jokowi

JABAREKSPRES – Para aktivis yang tergabung dalam acara Pasamoan Masyarakat Sipil Jabar “Menyoal Rungkadnya (runtuhnya) Demokrasi dan Mundurnya Reformasi ke Titik Nol” di Sultan Agung Resto, Minggu 10 Desember 2023 lalu. Bersama-sama, mereka sepakat membacakan manifesto Bandung skandal hukum dan konstitusi lewat kolusi dan nepotisme.

Koordinator acara, Herry Dim dan para peserta yang hadir menganggap Jokowi seakan berjalan tanpa menghiraukan apapun dan melanjutkan langkah politiknya yang aneh.

Menurut Herry, Indonesia sedang mengalami krisis legitimasi karena lembaga-lembaga demokrasi dikendalikan oleh kepentingan dinasti untuk melanggengkan kekuasaan.

“Banyak hal yang melenceng dari kaidah demokrasi, mulai dari drama sidang MKMK, majunya Gibran dan sebagainya yang membuat masyarakat gerah melihat penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan golongan. Perlu ada perlawanan tegas agar menyelamatkan sistem demokrasi Indonesia,” ujar Herry.

Ia mengatakan, bahwa tindak mengubah instrumen hukum dan konstitusi hanya demi anak diartikan sebagai rusaknya tatanan demokrasi dan menghianati cita-cita reformasi dalam menghapus KKN.

Di kesempatan yang sama, CEO Polmark Indonesia, Eep Saefulloh Fatah menjelaskan, bahwa krisis di masa kepemimpinan Jokowi yaitu krisis moral, krisis politik atau dukungan politik, krisis kebijakan, krisis elektoral, dan krisis bonus.

Pada tahap ini, lanjut Eep, proses Pemilu harus dikawal sampai pada pemilihan digelar demi menyelamatkan dan membangun sistem demokrasi yang jujur dan adil bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Ia melanjutkan, bahwa berdasarkan hasil survei pada Pemilu 2024 nanti, pasangan Prabowo-Gibran bisa dikalahkan karena adanya penurunan tingkat kepercayaan kepada Presiden Jokowi secara drastis.

Sedana dengan Eep, Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid memaparkan, bahwa terdapat enam kemunduran demokrasi di Indonesia, yaitu kadar uang, menurunnya kualitas Parpol, menguatnya Parpol, lemahnya kredibilitas hukum dan lembaga politik, politik oligarki, dan KKN.

Tak ingin ketinggalan, Ekonom Senior INDEF Faisal Basri menekankan, perlu adanya tindakan melalui aksi nyata dan jangan biarkan negeri ini dinodai dengan adanya KKN.

Pernyataan Faisal Basri ini dipertegas oleh Profesor Peneliti BRIN, Ikrar Nusa Bhakti. Ikrar menginginkan, kepemimpinan otoriter dan penuh KKN saat ini perlu diakhiri.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan