“Masalah transportasi angkutan kota ini memang persoalan sejak lama. Tapi pada akhirnya harus berubah. Sistem BTS seperti yang dikatakan pak Menhub ini sangat bisa diterapkan di Bogor. Angkutan massal seperti kereta api atau bus ini adalah salah satu solusinya,” paparnya.
Kendati demikian, penerapan sistem BTS dengan angkutan massal ini tidak bisa dilaksanakan secara cepat.
“Memang tidak bisa sekaligus. Banyak hal yang menjadi kendala, harus bertahap. Misalnya terkait kebijakan perizinan angkot AKDP dan AKAP yang selama ini kewenangannya ada di provinsi serta beragam kajian lainnya,” tutupnya.
Diketahui Program Buy The Service (BTS) yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan adalah penataan sistem transportasi dalam bentuk penyediaan layanan angkutan massal Teman Bus yang secara sekaligus menyediakan infrastruktur di koridor-koridor yang dilalui, dan lebih khusus lagi melalui jalan-jalan nasional di kota-kota yang menjadi lokasi implementasi BTS.
Program BTS didedikasikan untuk kenyamanan dan keamanan dalam penggunaan angkutan umum di perkotaan yang disubsidi 100% operasionalnya oleh pemerintah serta menerapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan, sehingga masyarakat dapat menikmati Teman Bus dengan gratis.
Penerapan SPM ini harus dipenuhi oleh operator saat menjalankan layanan bus. Selain itu keunggulan Teman Bus hadir dengan ditunjang oleh fasilitas teknologi (internet, CCTV, e-ticketing, dan lain-lain) untuk mewujudkan kondisi pelayanan angkutan massal perkotaan yang jauh lebih prima dibandingkan sebelumnya.
Skema BTS ini dilakukan dengan membeli layanan angkutan massal perkotaan kepada operator dengan mekanisme lelang berbasis SPM atau quality licensing.
Konsep BTS ini mulai diterapkan Kota Bogor dengan hadirnya moda Biskita yang melayani sejumlah koridor hingga ke Stasiun Bojonggede. (SFR)
Baca juga: Diduga Langgar Netralitas ASN, Atet Handiyana JS Minta Pj Wali Kota Banjar Dicopot