Oleh : Rizky Fajar Meirawan, Analis Opini Publik & Pengajar Tamu di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta
C-A, seorang mahasiswa berusia 21 tahun, memutuskan bunuh diri. Peristiwa tragis ini, terjadi pada Minggu (5/11) di Sidoarjo, Jawa Timur. Kebetulan C-A satu almamater dengan penulis. Berita ini akhirnya menjadi pembahasan di grup alumnus kampus di platform WhatsApp. Kondisi ini membuka ruang diskusi mengenai perilaku dan fenomena kejadian bunuh diri di kalangan generasi muda, khususnya Generasi Z (kelahiran 1995 – 2015). Diskusi ini memantik anggapan Generasi Z (Gen Z) adalah Generasi Stroberi.
Istilah Generasi Stroberi awalnya muncul di Taiwan. Rachel (2016) menulis sebuah esai yang mendeskripsikan perilaku penduduk Taiwan kelahiran 1981 – 1991. Mereka memiliki perilaku gampang menyerah, dan tidak adaptif di dunia kerja. Di mata mereka penugasan tidak dianggap sebagai kesempatan menambah kemampuan dan keahlian. Mereka memilih untuk mengundurkan diri, atau beralih ke pekerjaan dan profesi lain, ketika mendapatkan tantangan di dunia kerja.
Baca juga: Peserta PPS Jangan Mau Rugi Dua Kali
Stroberi menjadi metafora kondisi dan perilaku penduduk Taiwan tersebut di atas. Dari luar, generasi muda Taiwan tampak sebagai generasi kreatif, menguasai teknologi, dan memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi dibandingkan generasi yang lebih tua. Tapi, dari dalam, mereka gampang menyerah, tidak adaptif, dan mudah tertekan. Kondisi tersebut bagaikan buah stroberi. Dari luar buah ini tampak segar dan berkilau. Tapi, gampang hancur dan remuk.
Muncul dugaan, Generasi Stroberi hasil pola asuh “Gelas Kaca”. Yaitu pola asuh yang mengutamakan perlindungan ekstra pada anak. Perlakuan ini terus berjalan hingga buah hati beranjak remaja. Ketika anak menghadapi masalah, orang tua sigap membantu dan memberikan jalan keluar. Hasilnya, saat memasuki usia dewasa muda, anak tidak mengenal pembelajaran untuk bangkit dari kegagalan. Akhirnya, muncul opini Generasi Stroberi adalah generasi cengeng, manja, dan senantiasa gagal menemukan solusi (problem solving). Di mata Generasi Milenial (kelahiran 1980 – 2005) Indonesia, Gen Z adalah Generasi Stroberi.
Dugaan tersebut di atas tidak sepenuhnya tepat. Chandra Fastari, M.Psi., Psikolog, menyatakan adanya korelasi antara pola asuh dengan karakteristik anak. Orang tua bisa membentuk kendali diri yang kuat, tidak mudah menyerah, dan kemampuan meregulasi emosi, pada anak. Orang tua dapat menanamkan karakteristik itu melalui serangkaian pembiasaan dan keteladanan. Tetapi, Psikolog Unit Pelayanan Terpadu Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Gresik ini, tidak sependapat dengan anggapan bahwa Gen Z adalah generasi stroberi. “Kesimpulan ini terlalu dini, dan membutuhkan penelitian ilmiah memadai untuk menyimpulkan fenomena. Termasuk menyimpulkan karakteristik mental Gen Z,” ujar Chandra.