JABAR EKSPRES, BANDUNG – Selain belum optimalnya operasional TPA Sarimukti imbas kebakaran. Membludaknya sampah di tiap TPS kewilayahan, menandakan bahwa program terkait pengolahan sampah tak berjalan secara maksimal.
Salah satunya di TPS Jalan Banten, Kota Bandung kini kembali mengalami overload. Padahal, Sekda Kota Bandung Ema Sumarna beserta jajaran pemerintahan sebelumnya pernah mengecek tumpukan sampah di tempat tersebut.
Selain belum maksimalnya program yang dijalankan oleh pemerintah terkait pengolahan sampah Kota Bandung, hal ini juga menjadi gambaran bahwa pemerintah belum mampu mengurangi jumlah timbunan sampah yang dihasilkan melalui beragam inovasi pengelolaan, yang kemudian sampah kembali dibebankan kepada TPA Sarimukti.
Baca Juga:70 Organisasi Kepemudaan di Kota Bogor Terima Sosialisasi Pendidikan Politik untuk Pemilu 2024Pemilihan Komisioner di Sukabumi Harus Diulang, Begini Penyebabnya
Selain itu, pemaksimalan Kawasan Bebas Sampah (KBS) yang kini diupayakan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung masih jauh dari target capaian. Per Oktober 2023, total KBS di Kota Bandung baru menyentuh angka 272 wilayah. Jumlah tersebut masih jauh apabila dibandingkan dengan jumlah RW di Kota Bandung yang totalnya mencapai 1.597 diseluruh kewilayahan.
Merucut kepada kewilayahan dengan contoh Kecamatan Arcamanik. Dari total 54 RW, baru 23 wilayah yang berkawasan bebas sampah. Dengan program unggulannya yaitu Kang Pisman yang telah berjalan sejak 2018, target capaian seharus melebihi angka 50 persen.
Sekda Kota Bandung, Ema Sumarna menuturkan, untuk mewujudkan hal tersebut pihaknya terus memantau kewilayahan agar bisa menerapkan program tersebut. Hal ini agar penanganan sampah di Kota Bandung semakin baik.
“Kami baru berkeliling ke 11 Kecamatan. Dan ini akan terus bertahap,” ujar Ema beberapa waktu lalu.
“Timbunan sampah yang terbangun harian, akan berkurang jumlahnya kalau masyarakat mindsetnya sudah terbangun,” lanjut Ema.
Berbicara mindset, hal tersebut juga sepatutnya diterapkan oleh orang-orang dalam pemerintahan. Pasalnya, gerak cepat seolah terjadi saat masalah hadir tanpa dibarengi tindakan antisipasi.
