Zaman sekarang, seorang santri kalau ingin berjihad tidak perlu mengangkat senjata api seperti yang dilakukan oleh para santri pada zaman penjajahan. Tidak perlu membuat bambu runcing atau senjata tajam lainnya. Zaman sekarang seorang santri cukup berjuang dengan buku dan pena supaya intelektualnya maju, meningkat, dan berkembang.
Hal tersebut disampaikan oleh Pimpinan Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyyah, H. Sa’dulloh, di lapangan pesantren dihadapan para guru dan santri Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyyah Sukamantri Tanjungkerta Sumedang dalam Upacara Peringatan Hari Santri Nasional, Ahad (22/10/2023).
Santri harus berjihad dengan buku dan pena, artinya kalau santri mau berjihad di zaman sekarang datanglah ke sekolah tepat waktu, datanglah ke tempat pengajian dengan tepat waktu. Bangunlah untuk melakukan sholat malam, tahajud. Lakukan ibadah-ibadah yang lainnya, serta ngajinya jangan sering bolos. Intelektual para santri harus terus meningkat dan semakin maju, lanjut H. Sa’dulloh.
Para santri kalau ingin berjihad dan ingin memaknai Hari Santri Nasional, ikuti apa yang diintruksikan oleh para kiai. Kita harus mencontoh dan meneladai kiai-kiai kita. Para kiai dalam mencari ilmu membutuhkan waktu yang lama, mengapa demikian, karena selama mencari ilmu di pesantren, mereka juga ingin melihat dan mencohtoh kebiasaan-kebiasaan para kiai-kiainya. Sehingga kebiasaan para kyai itu bisa diterapkan dalam kehidupan di masa yang akan datang.
Dalam mencari ilmu, santri tidak hanya mementingkan penambahan ilmunya saja, tapi pikirkan juga pengamalannya. Ilmu tidak hanya sekedar apa yang ada di dalam otak, tapi ilmu itu harus diamalkan. Dan untuk mengamalkan ilmu itu harus ada pembiasaan. Mengapa para santri harus tinggal lama di pesantren, salah satunya supaya para santri terbiasa sholat berjama’ah, agar terbiasa hidup prihatin, tempat tidurnya prihatin, dan makan dengan menu yang biasa-biasa saja.
Pesantren adalah kawah candradimuka untuk melatih para santri agar hidup sederhana, agar hidup prihatin, agar berdisiplin dalam menggunakan waktu dua puluh empat jam. Kapan harus tidur, kapan harus belajar, kapan harus beribadah, kapan harus sholat, dan lain sebagainya, lanjut H Sa’dulloh.