Kendati demikian, mengacu pada rencana bisnis 2022-2026, terdapat proyeksi pengembangan bisnis yang akan berdampak pada aspek pemenuhan ketentuan POJK apabila PT Jamkrida Jawa Barat tetap beroperasi dengan kondisi 2021.
BACA JUGA: Begini Kelakuan Dishub Kota Bandung Minta Jatah Fee Proyek Sampai Rp 1,2 Miliar!
Hal ini berdasarkan hasil analisis proyeksi kinerja operasional tahun 2022-2026, hanya dapat memberikan penjaminan baru (penjualan produk) hingga 2024 saja.
Jika ini terjadi maka, pada 2025 PT Jamkrida Jawa Barat tidak lagi dapat memberikan penjaminan baru (stop selling) karena gearing ratio PT Jamkrida Jabar telah mencapai 40 kali pada 2024 nanti.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penambahan suntikan modal disetor yang diusulkan melalui ranperda ini.
jika ketentuan gearing ratio tidak terpenuhi, maka otoritas jasa keuangan dapat memberikan sanksi administratif yang dapat berupa peringatan tertulis, pembekuan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin usaha.
BACA JUGA: Pemkot Bandung Kebingungan Cari Lahan Penampungan Sampah
‘’OJK juga dapat memberikan sanksi lainnya berupa pembatasan kegiatan usaha, pembatalan persetujuan, hingga penilaian kembali kemampuan dan kepatutan,’’ tuturnya.
Untuk diketahui saat ini, modal dasar PT Jamkrida sebesar Rp 300 miliar dan pemerintah daerah provinsi telah memenuhi kepemilikan saham sebesar 99,87 persen.
Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan modal dasar perseroan guna menjaga eksistensi kesehatan keuangan dan pengembangan perseroan.
Besaran modal dasar yang perlu ditetapkan adalah sebesar Rp 1.2 triliun. Angka tersebut berdasarkan hasil perhitungan atas kebutuhan penambahan modal disetor yang dibutuhkan segera, sebesar Rp.146,8 miliar pada 2023.
“Hal ini untuk menghindari tercapainya gearing ratio maksimal yang berkonsekuensi pada terjadinya stop selling di tahun 2025,’’ pungkas Bey. (son/yan).