“Kita juga menyoal hasil penjualan kayu itu digunakan untuk apa, apakah penggunaannya sudah melalui mekanisme yang benar? seperti melalui tahapan musyawarah desa (musdes),” kata dia.
Pihaknya juga mendorong Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menyelidiki lebih dalam atas laporan yang akan disampaikan pihaknya ke kepolisian.
Jika terbukti ada tindak pidana yang menyeret oknum kepala desa, maka harus diproses seuai hukum yang berlaku.
“Faktanya ada pemanfaatan aset milik desa berupa pohon yang dijual itu tanpa melalui musyawarah desa, itu berkaitan dengan kebijaka kepala desanya. Artinya yang harus bertanggungjwab adalah kepala desanya langsung,” katanya.
Sebelumnya, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Batulawang Paryono, membenarkan adanya penebangan pohon di lahan titisara.
Namun hasil penjualan pohon itu digunakan untuk pengembangan salah satu wisata di Batulawang.
“Saya mengetahuinya setelah ada penebangan, tapi itu kan hak kelompok yang ada di sana (lahan titisara) karena tanah itu sudah dibagi-bagi masing-masing Pokdarwis dari empat dusun untuk pembangunan wisata. Satu pokdarwis satu wahana wisata. Jadi hasilnya digunakan berbeda-beda ada yang digunakan untuk spot selfie (swafoto), cafe, tanaman buah-buahan, kolam renang dan lain-lain,” kata Paryono.
BACA JUGA: Kepala Desa Batulawang Kota Banjar Dilaporkan Terkait Dugaan Pembalakan Liar
Awalnya kata dia, Pokdarwis itu mengusulkan anggaran untuk pengembangan wisata. Namun karena tidak anggaran, sehingga kepala desa mengizinkan untuk menebang pohon dan hasilnya digunakan untuk pembangunan wisata tersebut.
“Karena dari anggatan desa tidak ada, akhirnya kepala desa mengizinkan untuk pembanguna wisata Taman Pager Batu,” katanya. (CEP)