JABAR EKSPRES – Kembali ditemukan dugaan pungli di lingkungan sekolah di Kota Depok. Kali ini, tudingan itu menyasar SMAN Negeri 8 Depok.
Berdasarkan data yang berhasil dihimpun menyebutkan, diduga pungutan berlabel kegiatan akhir tahun itu senilai Rp 2.860.000 per-siswa.
Angka tersebut terdiri dari, pemantapan materi senilai Rp 1.450.000. Kemudian pelepasan siswa Rp 880.000.
Selain itu, untuk biaya sampul, cetak foto, tim PDSS, dan penulisan ijazah Rp 150.000. Lalu BTS Rp 380.000.
BACA JUGA: DPRD Kota Depok: Pecat Guru yang Terlibat Pungli!
Temuan ini pun langsung direspon anggota DPRD Depok, Ikravany Hilman. Ia menegaskan, bahwa sumbangan dan pungutan itu sangat berbeda.
“Jadi apapun ceritanya kalau yang namanya sumbangan dan pungutan itu beda sekali,” katanya saat dikonfirmasi pada Rabu (4/10).
Menurut Ikra panggilan akrab Ikravany Hilman, boleh saja pihak sekolah minta sumbangan, sebab hal tersebut pun telah diatur dalam Undang-undang.
Tapi biasanya, itu bersifat bantuan sekolah, yang sebelumnya telah disepakati juga oleh orang tua murid melalui komite.
“Tapi yang namanya sumbangan itu tidak boleh ditetapkan jumlah, jangka waktu, dan subjeknya. Jadi nggak boleh ditentukan. Kalau sudah Rp 1 juta per siswa, per bulan, atau per tahun, itu bukan sumbangan namanya, itu udah pungutan,” kata dia.
“Karena sifat sumbangan nggak boleh begitu, sumbangan itu harus dijelaskan berapa jumlah kebutuhannya. Lalu dijelaskan ini kenclengnya, ini nomor rekeningnya, silahkan menyumbang,” sambung Ikra.
Kemudian, sumbangan tidak boleh dipatok angka. Termasuk dalam kasus di SMAN 8 Depok ini.
“Jadi yang menyumbang Rp 100 ribu bisa, yang mau nyumbang Rp 50 ribu bisa, yang mau nyumbang Rp 10 juta juga bisa, itu namanya sumbangan gitu loh.”
Menurut Ikra, yang sering jadi masalah, karena sumbangan itu ditetapkan jumlahnya. Belum lagi sumbangan untuk kegiatan-kegiatan yang sebetulnya non-kurikulum.
“Mau kunjungan ke sinilah, try out ke sonolah, apalah namanya, piknik ke sana kemari, yang belum tentu betul-betul disepakati oleh orang tua siswa,” kata dia.
Politisi PDIP itu berpendapat, yang perlu diperiksa itu ya komite sekolah. Hal itu juga berlaku di SMAN 8 Depok.