Lebih jauh ia mengatakan soal pengaturan Hubungan Pusat dan Daerah dalam UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengakui dan memberikan dasar hukum bagi pemberian otonomi kepada daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan; menetapkan prosedur dan kriteria untuk pembentukan daerah otonom, baik dalam bentuk provinsi, kabupaten, atau kota.
“UU ini menyebutkan kewenangan pemerintah daerah yang meliputi otonomi khusus, otonomi umum, dan tugas perbantuan; mengatur tentang perencanaan pembangunan daerah yang meliputi penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah dan rencana kerja pemerintah daerah. UU ini juga menetapkan mekanisme pengawasan terhadap pemerintah daerah oleh pemerintah pusat, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan mendorong kerjasama antar daerah dalam bentuk pembentukan kawasan metropolitan, kawasan aglomerasi, dan pengembangan wilayah lintas batas daerah,” ungkap Kang Hasanuddin.
Ia juga memaparkan, tantangan-tantangan dalam Hubungan Pusat-Daerah yakni kesenjangan yang signifikan dalam hal sumber daya antara pemerintah pusat dan daerah, tantangan dalam mengatasi perbedaan kepentingan, visi, dan prioritas antara pusat dan daerah.
“Tidak semua pemerintah daerah memiliki kapasitas yang memadai untuk mengelola otonomi yang diberikan,” ungkapnya.
Kang Hasanuddin juga mengungkapkan bagaimana cara mengatasi berbagai tantangan dalam Hubungan Pusat dan Daerah, diantaranya pelibatan aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan, komunikasi yang lebih baik antara pemerintah pusat dan daerah, serta antara daerah satu dengan yang lainnya.
“Lalu juga memperkuat mekanisme pengawasan dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan dan pelaksanaan kebijakan di daerah. Audit keuangan, evaluasi kinerja, dan transparansi harus ditingkatkan untuk memastikan penggunaan dana publik yang efisien dan efektif,” pungkas Sekretaris MPR RI ini. (bbs)