Pertemuan ini secara luas dilihat sebagai tanda hubungan yang lebih dekat antara Rusia dan Korea Utara, serta sebagai cara bagi kedua pemimpin untuk menegaskan pengaruh mereka di wilayah tersebut di tengah meningkatnya ketegangan antara Rusia dan Ukraina.
Beberapa analis juga berspekulasi bahwa Kim mungkin telah meminta bantuan Putin untuk mendapatkan senjata atau teknologi canggih dari Korea Utara, yang dapat melanggar sanksi PBB yang dijatuhkan kepada Pyongyang atas uji coba nuklir dan rudal.
Namun, kedua belah pihak membantah niat tersebut, dan mengatakan bahwa mereka berkomitmen untuk mematuhi hukum dan norma-norma internasional.
Pertemuan ini juga diawasi secara ketat oleh negara-negara lain, terutama AS, Cina, Korea Selatan, dan Jepang, yang telah terlibat dalam upaya diplomatik untuk menyelesaikan masalah nuklir Korea Utara.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa mereka mengetahui pertemuan tersebut, dan menegaskan posisinya bahwa setiap kesepakatan senjata antara Rusia dan Korea Utara dapat memicu sanksi AS.
Cina, yang merupakan sekutu utama dan mitra dagang Korea Utara, mengatakan bahwa mereka menyambut baik pertemuan ini dan berharap pertemuan ini akan memberikan kontribusi pada perdamaian dan stabilitas regional.
Korea Selatan dan Jepang, yang merupakan sekutu AS dan menghadapi ancaman keamanan dari rudal Korea Utara, mengatakan bahwa mereka berharap pertemuan itu akan menghasilkan hasil positif untuk denuklirisasi dan perdamaian di Semenanjung Korea.